Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat setidaknya terdapat 3 insentif pajak yang bakal terdampak oleh implementasi pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Insentif-insentif pajak yang dimaksud antara lain tax holiday, supertax deduction atas penelitian dan pengembangan (research and development/RnD), serta tax allowance.
"Pada PMK 130/2020 itu tax holiday [pengurangannya] bisa 50% hingga 100% tergantung investasinya. Bagaimana ini kalau dia tidak membayar pajak? Pasti akan berdampak. Dia harus minimal membayar sebesar 15% padahal dia di Indonesia tidak membayar pajak," ujar Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II DJP Matondang Elsa Siburian dalam Regular Tax Discussion yang digelar oleh IAI, Selasa (15/11/2022).
Insentif supertax deduction atas kegiatan penelitian dan pengembangan juga berpotensi terdampak oleh pajak minimum global bila wajib pajak penerima insentif memiliki biaya penelitian dan pengembangan yang signifikan.
Pada PMK 153/2020, wajib pajak penerima supertax deduction dapat melakukan pengurangan penghasilan bruto maksimal sebesar 300% dari biaya penelitian dan pengembangan.
Bila insentif ini diberikan, tarif pajak efektif perusahaan bisa turun ke bawah 15% sehingga selisih antara tarif pajak efektif dan pajak minimum bisa dikenai top-up tax oleh negara lain.
Adapun insentif tax allowance memiliki potensi terdampak oleh pajak minimum global bila wajib pajak memiliki nilai investasi yang signifikan.
Tak hanya mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai penanaman modal selama 6 tahun (masing-masing sebesar 5% per tahun), wajib pajak penerima tax allowance juga mendapatkan insentif penyusutan dan amortisasi dipercepat.
"Kalau investasinya signifikan, otomatis pengurangannya makin banyak dan effective tax rate-nya akan makin kecil. Selisih antara effective tax rate dan tarif pajak minimum akan makin besar," ujar Elsa.
Oleh karena itu, insentif pajak baru akan dirancang agar Indonesia tetap menarik bagi para investor asing tanpa perlu melanggar ketentuan pajak minimum global pada Pilar 2.
"Kita tidak mencari yang maksimum atau minimum, tetapi yang optimum terhadap competitiveness Indonesia dalam menarik investasi, optimum untuk penerimaan pajak, dan tidak mencederai kesepakatan yang sudah kita sepakati bersama negara-negara Inclusive Framework," ujar Elsa. (sap)