JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (17/1) kabar datang dari Ditjen Pajak yang resmi menerbitkan Perdirjen Pajak No 29/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Laporan per Negara atau biasa disebut Country-by-Country Reporting (CbCR). Beleid anyar ini merupakan aturan turunan dari PMK No 213/PMK.03/2016 yang mengatur soal antisipasi upaya penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dengan menggunakan harga transfer atau transfer pricing.
Perdirjen Pajak No 29/2017 ini menyebutkan bahwa perusahaan induk suatu grup usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu wajib menyampaikan laporan per negara. Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan kewajiban melaporkan pajak berlaku bagi wajib pajak domestik yang memiliki peredaran bruto paling sedikit Rp11 triliun.
Lebih lanjut, dalam aturan tersebut selain induk perusahaan, anak usaha yang induknya merupakan subjek pajak luar negeri juga wajib menyampaikan laporan per negara, sepanjang negara tempat entitas induk tersebut berdomisili tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara, tidak memiliki perjanjian dengan Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, atau memiliki perjanjian dengan Indonesia mengenai pertukaran informasi, tetapi laporan per negara tidak dapat diperoleh oleh pemerintah Indonesia dari negara tersebut.
Berita lainnya masih terkait CbCR, di mana ada ratusan entitas bisnis yang punya kewajiban melaporkan CbCR. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan pihaknya akan mengumumkan daftar negara mitra yang termasuk dalam ketentuan di Perdirjen No 29/2017. Hestu memperkirakan perusahaan yang wajib melaporkan CbCR jumlahnya di atas 200 perusahaan. Jumlah ini masih berupa perhitungan kasar dari Ditjen Pajak karena mengacu pada induknya ada di Indonesia. Namun, dia mengatakan jika perusahaan ini adalah cabang atau kantor perwakilan di Indonesia, maka jumlahnya bisa ribuan. Hestu memastikan dampak beleid ini sifatnya jangka panjang dan untuk saat ini Ditjen Pajak ingin mendorong perusahaan tidak menggunakan transfer pricing.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana mengatakan rencana pengenaan cukai plastik dan minuman berkabonasi merupakan pukulan serius bagi industri. Dia mengatakan, pemerintah jangan tegesa-gesa dalam memberlakukan suatu regulasi tanpa mempertimbangkan efeknya pada industri. Danang menilai pemerintah perlu melakukan perhitungan komprehensif sebelum cukai untuk plastik dan minuman berkabonasi diterapkan. Selain itu, pengenaan cukai justru dinilai dapat menekan penerimaan pajak seiring dengan melambatnya permintaan.
Rencana pengenaan cukai untuk plastik dan minuman berkabonasi jadi perhatian Kementerian Perindustrian. Untuk mengurangi beban dari cukai untuk plastik, pemerintah mendorong alternatif kemasan dalam jangka panjang. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan saat ini industri memiliki beragam alternatif untuk kemasan, misalnya dengan menggunakan bahan baku kertas atau paper packaging. Catatannya adalah konsumen harus membayar lebih mahal, pasalnya pilihan menggunakan plastik untuk kemasan lebih didasari faktor harga. Menggunakan plastik diketahui merupakakan metode pengemasan yang paling murah dibandingkan metode pengemasan lainnya.
Perum Bulog memastikan beras impor tidak akan melebihi jumlah kuota sebesar 500.000 ton. Beras impor ini akan langsung disalurkan ke gudang Bulog yang tersebar di sejumlah kota seperti Medan, Jakarta, Belitung, Batam, Bali, Balikpapan dan sejumlah tempat lainnya yang tidak termasuk daerah produsen beras di Indonesia. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menegaskan beras impor ini tidak akan mempengaruhi harga gabah petani pada musim panen raya. Hal karena mekanisme distribusi ke masyarakat harus disertai dengan izin dari pemerintah ketika benar-benar dibutuhkan. (Amu)