Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan upaya reformasi perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tidak lepas dari faktor internal dan eksternal.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan faktor eksternal yang memengaruhi agenda reformasi perpajakan di dalam negeri antara lain perkembangan penerapan pajak digital, pembagian hak pemajakan antarnegara, dan model bisnis yang terus berubah.
"Perkembangan perpajakan internasional memaksa kita untuk meletakkan kembali fondasi dan mengubah ketentuan-ketentuan," katanya dalam sebuah webinar dikutip pada Kamis (11/11/2021).
Suryo menambahkan faktor eksternal lainnya adalah pergeseran kontribusi per jenis pajak yang terjadi di berbagai negara. Dalam satu dekade terakhir kontribusi PPh badan konsisten menurun. Sebaliknya, kontribusi PPh orang pribadi dan PPN terus meningkat.
Kemudian faktor domestik yang menjadi pemantik isu perpajakan dan menjadi pertimbangan melakukan reformasi kebijakan adalah kinerja rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB)/tax ratio Indonesia masih rendah. Pandemi Covid-19 juga menjadi basis otoritas melakukan reformasi melalui UU No.7/2021.
Suryo menyebutkan ketentuan yang diatur dalam beleid tersebut mengubah ketentuan mendasar dalam kebijakan perpajakan Indonesia. Cakupan perubahan tersebut juga menyangkut pada bidang KUP, PPh, PPN dan ditambah dengan masuknya pajak karbon serta program pengungkapan sukarela harta bersih.
"Kita butuh perubahan yang sangat mendasar mengenai ketentuan dalam konteks [kebijakan] perpajakan," terangnya.
Suryo menambahkan perbaikan dalam bidang kebijakan pajak berjalan paralel dengan perbaikan pada sisi administrasi perpajakan. Dengan demikian, diharapkan mampu melanjutkan agenda reformasi perpajakan yang komprehensif.
"Selain itu, reformasi administrasi juga terus dilakukan beriringan dengan mencakup pada reformasi organisasi, SDM, teknologi informasi, basis data, proses bisnis serta kerja sama kelembagaan," imbuhnya. (sap)