Kepala BPS Suhariyanto.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan sepanjang kuartal I/2020 mengalami surplus senilai US$2,62 miliar. Adapun pada Maret 2020, tercatat neraca perdagangan surplus US$740 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan neraca perdagangan kuartal I/2020 juga lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mengalami defisit US$62,8 juta. Menurutnya ekspor Indonesia masih menunjukkan kinerja yang baik di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).
"Tentunya ini berita yang menggembirakan kita meski pada Januari hingga Maret impor bahan baku dan impor barang modal turun," katanya melalui konferensi video, Rabu (15/4/2020).
Suhariyanto mengatakan secara kumulatif Januari hingga Maret 2020, total ekspor mencapai US$41,79 miliar atau naik 2,91% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara impornya senilai US$39,17 miliar atau turun 3,59% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Khusus pada Maret 2020, nilai ekspornya senilai US$ 14,09 miliar atau naik 0,23% (month ton month/mtm) tetapi turun 0,20% (year on year/yoy). Dari nilai tersebut, ekspor migas tercatat US$670 juta atau turun 40,91% (yoy). Ekspor nonmigas tercatat senilai US$13,42 miliar atau naik 3,38% (yoy).
Jika dilihat berdasarkan sektornya, Suhariyanto menyebut hanya ekspor pertanian yang mengalami kenaikan secara bulanan maupun tahunan, yaitu mencapai US$320 juta. Nilai itu tercatat naik 6,10% (mtm) dan naik 17,82% (yoy).
Komoditas pertanian yang ekspornya besar sepanjang Maret 2020 antara lain tanaman obat dan aromatik, rempah, buah-buahan, hasil hutan bukan kayu lainnya, serta sarang burung.
Sementara ekspor sektor industri pengolahan tercatat US$11,12 miliar atau turun 0,20% (mtm) tetapi naik 7,41% (yoy). Ekspor industri pertambangan dan lainnya senilai US$1,98 miliar, mengalami kenaikan 9,23% (mtm) dan turun 16% (yoy).
Berdasarkan negara tujuan ekspor, yang mengalami kenaikan terbesar adalah Hong Kong, China, Vietnam, Bangladesh, dan Turki. Sementara ekspor yang menurun adalah ke negara Singapura, Filipina, Pakistan, Swiss, dan Amerika Serikat.
Dari sisi impor, sepanjang Maret 2020 tercatat senilai US$13,35 miliar. Nilai itu naik 15,60% (mtm) tetapi turun 0,75% (yoy). Impor migas senilai US$ 1,61 miliar, naik 5,64% (yoy). Sementara impor nonmigas tercatat senilai US$1,74 miliar atau turun 1,56% (yoy).
Suhariyanto menyebut seluruh impor mengalami kenaikan, kecuali impor barang modal. Pada impor konsumsi, nilainya tercatat US$1,27 miliar atau naik 43,80% (mtm) dan meningkat 10,66% (yoy)
Selanjutnya, impor bahan baku penolong senilai US$10,28 miliar atau meningkat 16,34% (mtm) dan naik 1,72% (yoy). Adapun impor barang modal tercatat senilai US$1,8 miliar atau turun 1,55% dibanding Februari 2020 dan turun 18,07% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan negara asal impor, kenaikan tertinggi terjadi di China, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara yang menurun adalah impor dari Jepang, Kanada, dan Thailand.
"Kemungkinan recovery di sana [China] lumayan cepat, tapi kalau kita baca di berita mereka mewaspadai gelombang kedua Covid-19," ujar Suhariyanto. (kaw)