PAJAK PENGHASILAN BADAN (11)

Biaya Promosi dan Entertainment yang Boleh Dibebankan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Agustus 2019 | 09:12 WIB
Biaya Promosi dan Entertainment yang Boleh Dibebankan

DALAM menghadapi persaingan usaha yang sangat ketat, kegiatan promosi menjadi salah satu kunci penting untuk keberhasilan pemasaran suatu produk. Dengan dilakukannya kegiatan promosi maka perusahaan secara aktif menyebarkan informasi, memengaruhi, membujuk, serta meningkatkan sasaran atas produk yang dijual perusahaan.

Dengan kata lain, kegiatan promosi merupakan kegiatan investasi yang sangat kritis dalam proses penjualan produk perusahaan. Bila dikaitkan dengan aspek perpajakan yang berlaku di Indonesia, biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan yang alokasinya digunakan sebagai biaya promosi dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (biaya fiskal).

Biaya promosi dapat dibebankan secara fiskal selama biaya tersebut benar-benar dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Baca Juga:
Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

Cakupan Biaya Promosi

Secara definisi, biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (PMK 02/2010).

Aturan itu juga memerinci apa saja yang masuk cakupan biaya promosi, yaitu sebagai berikut:

Baca Juga:
Perlu Tahu, Ini Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
  • biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
  • biaya pameran produk;
  • biaya pengenalan produk baru; dan/atau
  • biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

Biaya ini tidak termasuk biaya promosi yang dapat dibebankan secara fiskal, yaitu:

  • pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
  • biaya promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan. Selain itu, biaya promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan PPh wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Daftar Nominatif

Baca Juga:
Banyak Pegawai Senior Tak Paham e-Filing, KP2KP Tawarkan Kelas Pajak

Dalam rangka verifikasi kegiatan promosi, wajib pajak juga harus membuktikan aspek formalnya. Aspek formal yang harus dipenuhi oleh wajib pajak agar biaya promosi yang dikeluarkan dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto (biaya fiskal) adalah dengan membuat daftar nominatif serta melampirkannya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak.

Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan, dan besarnya PPh yang dipotong sebagaimana diatur dalam PMK 02/2010.

Daftar nomonatif juga harus dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran PMK 02/2010. Di sisi lain, biaya promosi juga harus memenuhi persyaratan material, yaitu biaya yang dikeluarkan harus didukung dengan bukti yang valid dan kompeten.

Baca Juga:
Hindari Sanksi Administrasi, WP Diundang KPP Pratama Ikut Kelas Pajak

Aturan ini dapat menjelaskan bahwa wajib pajak tidak cukup hanya melakukan pembukuan terkait biaya promosi yang dikeluarkan perusahaan tetapi juga perlu menyusun ‘daftar nominatif’ atas seluruh biaya promosi yang mencangkup data-data penting.

Pada intinya, pembuatan dan pengisian daftar nominatif menjadi syarat boleh tidaknya dibiayakan. Jika wajib pajak mencantumkan biaya promosi atau semakna dengan biaya promosi tetapi tidak dibuatkan daftar nominatif atau pengisian daftar nominatif tidak sesuai ketentuan, maka atas biaya promosi tersebut tidak dapat dibiayakan (non-deductible expense).

Lebih lanjut, Surat Edaran No. SE-09/PJ/2010 menegaskan bahwa biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Baca Juga:
Pemotong PPh Pasal 21 dan Kewajiban Perpajakannya
  • untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;
  • dikeluarkan secara wajar; dan
  • menurut adat kebiasaan pedagang yang baik.


Dalam rangka pembuatan daftar nominatif, SE 09/2010 juga memberi panduan cara pengisian kolom keterangan sebagai berikut:

  • dalam hal pemberian sampel, kolom keterangan harus diisi dengan mencantumkan nama kegiatan dan lokasinya;
  • dalam hal biaya promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
  • dalam hal biaya promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka wajib pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.

Biaya Entertainment

Baca Juga:
Realisasi Penerimaan PPh Badan Tumbuh 19 Persen, Ini Kata Sri Mulyani

Seringkali wajib pajak harus memberikan entertainment kepada calon mitra usaha atau kepada pelanggan tetap mitra usaha. Menurut Surat Edaran nomor SE-27/PJ.22/1986, pengeluaran dalam rangka entertainment tersebut boleh dibiayakan.

Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.

Syaratnya, wajib pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).

Oleh karena itu, wajib pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya sejak tahun pajak 1986 diharuskan melampirkannya melalui daftar nominatif. Mengingat daftar nominatif sudah diatur dengan PMK 02/2010 maka daftar nominatif yang dimaksud SE 27/1986 tetap mengacu ke PMK 02/2010.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 08 Maret 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN

Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

Rabu, 06 Maret 2024 | 10:27 WIB KELAS PPH PASAL 21 (2)

Perlu Tahu, Ini Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

Senin, 26 Februari 2024 | 13:00 WIB KP2KP SANGATTA

Banyak Pegawai Senior Tak Paham e-Filing, KP2KP Tawarkan Kelas Pajak

Rabu, 21 Februari 2024 | 10:30 WIB KPP PRATAMA TANJUNG REDEB

Hindari Sanksi Administrasi, WP Diundang KPP Pratama Ikut Kelas Pajak

BERITA PILIHAN