Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemeriksaan bukti permulaan (bukper) ditindaklanjuti dengan penyidikan atau penghentian pemeriksaan.
Sesuai dengan Pasal 43A ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan bukper berdasarkan pada informasi, data, laporan, dan pengaduan. Pemeriksaan bukper bisa dilakukan sebelum penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
“Pemeriksaan bukti permulaan dilaksanakan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menerima surat perintah pemeriksaan bukti permulaan,” bunyi Pasal 43A ayat (1a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, dikutip pada Senin (13/3/2023).
Sesuai dengan Pasal 59 ayat (8) PP 50/2022, pemeriksaan bukper ditindaklanjuti dengan penyidikan jika ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan dan wajib pajak tidak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP.
Kemudian, pemeriksaan bukper ditindaklanjuti dengan penyidikan jika ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan dan wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP, tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP, walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukper, wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya. Langkah ini bisa dilakukan sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polri.
Adapun ketidakbenaran perbuatan yang dimaksud adalah tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Selain itu, ada penyampaian SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap atau lampiran keterangan denga nisi tidak bener.
Di sisi lain, masih sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 ayat (8) PP 50/2022, pemeriksaan bukper ditindaklanjuti dengan penghentian pemeriksaan bukper jika tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
Penghentian pemeriksaan bukper juga dilakukan jika peristiwa bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, wajib pajak orang pribadi yang dilakukan pemeriksaan bukper meninggal dunia, atau wajib pajak telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan yang sesuai keadaan sebenarnya.
Kemudian, penghentian pemeriksaan bukper juga dilakukan jika daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU KUP.
Sesuai dengan Pasal 40 UU KUP, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan penuntutan setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. (kaw)