KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Waspadai Risiko Penurunan Permintaan Ekspor pada Tahun Ini

Dian Kurniati
Selasa, 17 Januari 2023 | 15.30 WIB
Pemerintah Waspadai Risiko Penurunan Permintaan Ekspor pada Tahun Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada sepanjang 2022 mengalami surplus senilai US$54,46 miliar.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Capaian tersebut juga meningkat tajam ketimbang tahun sebelumnya yang surplus US$35,42 miliar.

"Secara keseluruhan kinerja ekspor tumbuh cukup baik sehingga mendukung target pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022," katanya, Selasa (17/1/2023).

Sepanjang 2022, lanjut Febrio, kinerja nilai ekspor mencapai US$291,98 miliar, naik 26% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Khusus ekspor nonmigas, nilainya mencapai US$275,96 miliar, tumbuh 26%.

Pada Desember 2022, kinerja ekspor mencapai US$23,83 miliar. Namun, capaian tersebut turun tips ketimbang bulan sebelumnya senilai US$24,09 miliar. Menurutnya, penurunan ekspor terjadi seiring dengan kinerja PMI Manufaktur beberapa negara mitra dagang utama yang terus terkontraksi.

“Namun, kinerja secara tahunan masih tumbuh positif didukung ekspor komoditas unggulan seperti bahan bakar mineral, produk sawit, serta besi dan baja,” tuturnya.

Dari sisi impor, realisasinya mencapai US$237,52 miliar sepanjang 2022. Angka ini tumbuh 21% dari tahun sebelumnya senilai US$196,19 miliar.

Pada bulan terakhir 2022, kinerja impor tercatat US$19,94 miliar, naik 5,16% dari bulan sebelumnya. Kenaikan terjadi seiring peningkatan PMI manufaktur Indonesia yang masih ekspansif, yaitu di level 50,9 pada Desember 2022.

Komoditas utama impor Indonesia selama 2022 masih didominasi bahan baku/penolong dan barang modal, seperti mesin dan peralatan mekanis, mesin dan peralatan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya. Hal ini menunjukkan ekonomi domestik masih dalam tren pemulihan.

Memasuki 2023, Febrio menyatakan pemerintah akan mewaspadai risiko penurunan permintaan ekspor dari negara mitra utama dagang seperti Amerika Serikat, China, Uni Eropa, dan Jepang seiring dengan menurunnya indeks PMI manufaktur negara-negara tersebut.

Meski demikian, pemerintah juga bakal mengoptimalkan pasar tujuan ekspor lainnya. "Pemerintah secara paralel juga terus mengembangkan ekspor ke negara lain seperti India dan negara-negara Asean," ujarnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.