Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Solusi 2 pilar akan diadopsi oleh Indonesia berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK).
Merujuk pada Pasal 53 ayat (1) PP 55/2022, perusahaan multinasional yang memenuhi kriteria tertentu dalam perjanjian atau kesepakatan bakal dianggap memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif sehingga dikenakan pajak di Indonesia. Perjanjian yang dimaksud adalah Pilar 1: Unified Approach.
"Ketentuan mengenai pemajakan akibat dari digitalisasi ekonomi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan ... diatur dalam peraturan menteri," bunyi Pasal 53 ayat (2) PP 55/2022, dikutip Sabtu (31/12/2022).
Diperinci pada ayat penjelas dari Pasal 53 ayat (1), perusahaan multinasional yang tercakup dalam Pilar 1 akan dikenai pajak di Indonesia atas laba usahanya dengan mempertimbangkan jumlah penghasilan bruto grup usaha tersebut yang berasal dari Indonesia.
Pada Pasal 54 ayat (1), pemerintah membuka ruang untuk mengenakan pajak minimum global atas grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam perjanjian atau kesepakatan. Perjanjian yang dimaksud adalah Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Dalam ayat penjelas, dijelaskan bahwa pajak minimum global diperlukan untuk merespons penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba atau BEPS dan tantangan ekonomi digital. Guna merespons tantangan tersebut, telah disepakati Pilar 2 yang memaksa grup perusahaan multinasional untuk membayar pajak minimum global dengan tarif sebesar 15%.
"Dengan demikian, grup perusahaan multinasional Indonesia, yang tercakup dalam perjanjian atau kesepakatan, dapat dikenai pajak minimum global di Indonesia berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional tersebut," bunyi ayat penjelas Pasal 54 ayat (1) PP 55/2022.
Aspek teknis dari pengenaan pajak minimum global sesuai dengan Pilar 2 akan diatur lebih lanjut dalam bentuk PMK. (sap)