PROVINSI PAPUA BARAT DAYA

Papua Barat Daya Provinsi Baru, KSP: Tekan Ketimpangan Layanan Publik

Redaksi DDTCNews
Senin, 12 Desember 2022 | 13.30 WIB
Papua Barat Daya Provinsi Baru, KSP: Tekan Ketimpangan Layanan Publik

Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo (kedua kanan) mengunjungi kantor Gubernur dan Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat Daya di Kota Sorong, Papua Barat, Senin (21/11/2022). ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Kantor Staf Presiden (KSP) menilai pembentukan provinsi baru, yakni Papua Barat Daya, bisa mempersempit ketimpangan kualitas layanan publik. Seperti diketahui, Papua Barat Daya resmi menjadi provinsi melalui UU 29/2022 yang baru saja diundangkan. 

Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan, gap kualitas layanan publik di Papua sangat terasa, khususnya di Kabupaten Maybrat, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Tambrauw. Melalui pemerintahan provinsi yang baru, kualitas pelayanan publik di kabupaten-kabupaten tersebut bisa ditingkatkan. 

"Program penguatan kompetensi teknis dan asistensi terkait aspek perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang jasa pemerintah, serta penguatan mekanisme pengawasan dan pengendalian untuk pencegahan korupsi di internal birokrasi kepada Pemprov Papua Barat Daya harus dimanfaatkan secara maksimal," kata Jaleswari melalui keterangan pers, Senin (12/12/2022). 

Dengan adanya Papua Barat Daya, kini Republik Indonesia memiliki 38 provinsi. Pemerintah mengeklaim pemekaran wilayah ini merupakan keberpihakan yang kuat terhadap aspirasi berbagai elemen masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Warga Papua, ujar Jaleswari, menginginkan langkah percepatan pembangunan kesejahteraan di wilayah dengan luas total 38.820,90 km persegi tersebut.

"Provinsi Papua Barat Daya sendiri memiliki berbagai potensi sumber daya alam, salah satunya adalah kawasan empat gugusan pulau yang dikenal sebagai Raja Ampat. Provinsi yang tidak hanya terkenal karena daya tarik wisatanya ini, juga memiliki potensi pertambangan yang luar biasa," kata Jaleswari.

Oleh karenanya, menurut Jaleswari, diperlukan kolaborasi intensif antara birokrasi pemerintahan, tokoh agama, masyarakat adat, pelaku usaha, civitas akademika, media massa, dan organisasi masyarakat untuk dioptimalkan bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat di provinsi termuda Indonesia ini.

"Penjabat Gubernur harus mampu membangun kolaborasi antar pihak, untuk memastikan bahwa paradigma pembangunan yang lebih inklusif dan mengedepankan perspektif antropologis, yaitu mengedepankan pelibatan Orang Asli Papua," imbuhnya.

Jaleswari juga mengingatkan bahwa kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penting karena adanya peningkatan alokasi Dana Otsus menjadi 2.25% dari DAU nasional. Selain itu, ada perubahan mekanisme transfer Otsus langsung ke kabupaten/kota. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.