Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Oktober 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 36,4%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja penerimaan PNBP telah mencapai Rp476,5 triliun. Angka ini setara 98,9% dari target yang tertuang pada Perpres 98/2022 senilai Rp481,6 triliun. Menkeu meyakini target PNBP yang ditetapkan pemerintah bisa segera terlampaui.
"Ini sudah mendekati 100% dari APBN, jadi kita akan optimistis PNBP juga akan melampaui target dari Perpres 98," katanya dikutip pada Jumat (25/11/2022).
Sri Mulyani mengatakan realisasi PNBP hingga Oktober 2022 berkaitan erat dengan naiknya harga berbagai komoditas global, meski mulai mengalami normalisasi. Selain itu, PNBP juga didukung terus menguatnya kegiatan ekonomi masyarakat.
Dia memaparkan realisasi PNBP SDA Migas tercatat senilai Rp117,2 triliun atau tumbuh 65,7%. Angka itu terdiri atas PNBP dari gas bumi Rp19,7 triliun dan PNBP dari minyak bumi Rp97,5 triliun.
Realisasi Indonesia crude price (ICP) rata-rata pada Januari hingga Oktober 2022 di level US$100,09 per barel atau naik 49,77%. Realisasi lifting minyak bumi sepanjang Januari hingga September 2022 rata-rata sebanyak 610.160 barel per hari sedangkan realisasi lifting gas bumi 953.260 Â barel setara minyak per hari.
Kemudian, PNBP SDA nonmigas tercatat senilai Rp86,1 triliun atau tumbuh 112,9%. Angkanya terdiri atas PNBP dari minerba Rp79,1 triliun dan PNBP dari nonminerba Rp7 triliun.
"Ini terutama adalah dari batubara, yang harganya Januari-Oktober di US$272 per ton atau naik 152% dari tahun lalu," ujarnya.
Pada PNBP dari kekayaan negara dipisahkan, Sri Mulyani menyebut realisasinya senilai Rp40,6 triliun atau tumbuh 35,3%. Realisasi ini ditopang adanya kenaikan setoran dividen BUMN, terutama perbankan.
Sementara pada PNBP lainnya, realisasinya senilai Rp161,5 triliun atau tumbuh 44,7%. Realisasi ini utamanya disebabkan penjualan hasil tambang, pendapatan DMO minyak mentah, dan layanan pada kementerian/lembaga.
Adapun untuk PNBP dari BLU, realisasinya Rp71,1 triliun atau kontraksi 26,3%. Kontraksi utamanya disebabkan berkurangnya pendapatan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit akibat pengenaan tarif pungutan US$0 dan dampak pelarangan ekspor.
"Dengan pungutan ekspor yang dinolkan, maka BLU BPDPKS mengalami kontraksi pendapatan yang cukup dalam," imbuhnya. (sap)