Presiden Jokowi saat membuka sidang kabinet. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh pejabat di kabinet untuk bersiap-siap merespons ancaman ekonomi global dan geopolitik yang akan dihadapi oleh semua negara, termasuk Indonesia.
Jokowi mengatakan dinamika global dan dampaknya bagi Indonesia kian sulit diprediksi. Oleh karena itu, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) diminta untuk bekerja secara mendetail dan tidak hanya menjalankan tugas rutin.
"Badai itu sudah datang. Persiapan kita harus persiapan detail, tidak bisa kita bekerja hanya rutinitas. Bekerja makro, mikro, dan detail, itu yang bisa menyelamatkan negara kita," ujar Jokowi, dikutip Kamis (13/10/2022).
Jokowi memerintahkan kepada jajarannya untuk membuat stress test terkait dengan nilai tukar, inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga pangan. Kebijakan untuk menghadapi skenario terburuk juga harus disiapkan agar Indonesia mampu menghadapi tekanan global yang berpotensi muncul.
"Semua harus kita tes betul, sampai plan A, plan B, plan C, plan D, semuanya harus ada, plan E. Yang paling buruk, yang buruk, yang terburuk, semuanya harus kita hitung. Situasi makin memburuk dan antisipasi dampak di domestik harus betul-betul disiapkan," ujar Jokowi.
Melalui persiapan-persiapan ini, Indonesia diharapkan tidak menjadi salah satu negara yang menjadi 'pasien IMF' seperti 28 negara lain yang telah terdampak oleh ketidakpastian global.
Secara khusus, Jokowi juga menyoroti kinerja belanja APBN yang masih lambat. Jokowi mengatakan realisasi belanja negara tercatat masih mencapai 62,5% dari target dengan belanja modal yang baru terealisasi sebesar 45,8% dari target. "Yang paling tinggi ya belanja pegawai karena memang ini rutinitas, tapi belanja modal [dan] belanja barang/jasa, masih sangat rendah, termasuk bansos," ujar Jokowi.
Untuk diketahui, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 6% pada 2021 menjadi 3,2% pada 2022. Pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan kembali melambat menjadi hanya sebesar 2,7%.
"Lebih dari 1/3 ekonomi global akan terkontraksi pada tahun ini atau tahun depan. Tiga perekonomian terbesar yakni AS, Uni Eropa, dan China akan mengalami stagnasi. Bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," tulis IMF dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2022.
Inflasi global pun diperkirakan akan naik dari 4,7% pada 2021 menjadi 8,8% pada 2022. Pada tahun depan, inflasi akan sedikit melambat ke level 6,5% dan akan kembali melambat ke level 4,1% pada 2024.
Kenaikan harga energi akibat perang antara Rusia dan Ukraina telah meningkatkan biaya hidup di Eropa. Harga gas di Eropa tercatat naik lebih dari 4 kali lipat akibat berkurangnya pasokan gas dari Rusia.
Di luar Eropa, perang juga telah meningkatkan harga bahan pangan. Hal ini meningkatkan biaya hidup keluarga-keluarga kelas menengah bawah di seluruh dunia khususnya di negara berpenghasilan rendah. (sap)