Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengestimasikan belanja perpajakan pada 2021 mencapai Rp309,66 triliun atau 1,82% dari PDB. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan 23% dibandingkan dengan belanja perpajakan 2020 sejumlah Rp252,37 triliun.
Pemerintah menyebut peningkatan belanja perpajakan 2021 didorong adanya insentif penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN DTP atas penyerahan BKP/JKP untuk kegiatan penanganan Covid-19 dan bea masuk dibebaskan untuk impor pengadaan vaksin.
"Pertumbuhan belanja perpajakan pada 2021 juga didorong pulihnya kegiatan produksi dan konsumsi sehingga pemanfaatan insentif pajak terkait dengan 2 kegiatan tersebut juga makin meningkat,” sebut pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2023, Selasa (16/8/2022).
Apabila diperinci berdasarkan jenis pajaknya, mayoritas belanja perpajakan pada 2021 disumbang dari belanja PPN dan PPnBM. Belanja PPN dan PPnBM pada tahun lalu ditaksir mencapai Rp175 triliun atau 56,5% dari total belanja perpajakan.
Menurut pemerintah, besarnya porsi belanja PPN dan PPnBM dalam belanja perpajakan tidak terlepas dari sifat PPN yang merupakan pajak objektif yang dikenakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi konsumen.
Saat suatu barang dan jasa mendapatkan fasilitas PPN, fasilitas tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang kaya maupun yang miskin.
Sementara itu, belanja pajak penghasilan ditaksir mencapai Rp117,7 triliun dan belanja bea masuk dan cukai sejumlah Rp16,9 triliun.
Belanja perpajakan merupakan bentuk dukungan pemerintah bagi iklim investasi dan sektor ekonomi di Indonesia. Laporan belanja perpajakan juga diterbitkan secara tahunan sebagai bentuk tanggung jawab transparansi fiskal di bidang perpajakan. (rig)