Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri.
JAKARTA, DDTCNews - Keanggotaan tetap Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF) diperlukan di tengah era bebasnya pergerakan modal seperti saat ini.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pencegahaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) diperlukan agar modal yang keluar-masuk lewat Indonesia adalah uang yang legitimate.
"Ada risiko pergerakan modal itu mencakup illicit capital flow, aliran modal yang tidak legitimate. Apa itu misalnya? Uang korupsi," ujar Chatib, Selasa (26/7/2022).
Bila suatu negara memiliki mekanisme pencegahan TPPU yang kuat, negara tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari negara lain. Kepercayaan tersebut dapat menekan cost of fund dan mempermudah perusahaan-perusahaan Indonesia dalam melakukan transaksi.
"Kalau negara dianggap berisiko maka implikasinya adalah ketika mau pinjam uang, melakukan transaksi, itu ada hambatan. Bisa muncul dalam bentuk cost of fund mahal atau transaksinya itu di-decline," ujar Chatib.
Chatib mengatakan proses untuk menjadi anggota tetap FATF bukanlah hal yang mudah dan terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian aturan oleh Indonesia agar bisa menjadi anggota FATF.
Bila suatu negara tidak dapat memenuhi standar-standar antipencucian uang, konsekuensi terburuknya adalah Indonesia tidak bisa melakukan transaksi. "Kita tidak ingin Indonesia seperti itu karena volume perdagangan kita makin besar," ujar Chatib.
Dengan menjadi anggota tetap FATF, Indonesia bakal memiliki posisi yang sejajar dengan negara lain dalam hal penerapan standar antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT).
Selanjutnya, praktik-praktik korupsi hingga penggelapan pajak dapat dipersempit ruang geraknya bila Indonesia mampu menjadi anggota FATF.
Untuk diketahui, FATF melakukan penilaian terhadap penerapan prinsip APUPPT oleh Indonesia melalui mutual evaluation review (MER). MER dilaksanakan oleh FATF atas Indonesia sejak 18 Juli 2022 dan akan berakhir pada 4 Agustus 2022. (sap)