Poster PPS oleh DJP.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali mengingatkan wajib pajak agar tidak menunda untuk memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS). Apalagi kesempatan yang tersisa tinggal 1 hari, yakni besok Kamis (30/6/2022).
Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan wajib pajak perlu memeriksa SPT Tahunan agar ketahuan harta yang belum dilaporkan. Menurutnya, penyandingan data kepemilikan harta dengan SPT Tahunan itu utamanya perlu dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi pekerja bebas dan pedagang.
"Mereka ini berisiko sangat besar untuk tidak patuh material. Oleh karena itu, kepada para pelaku usaha dagang dan pekerjaan bebas perlu banget untuk meneliti harta," katanya, dikutip pada Rabu (29/6/2022).
Yudha mengatakan secara umum wajib pajak orang pribadi dapat dibagi dalam 4 kelompok yang meliputi pekerja bebas, pedagang, karyawan, dan investor. Dalam hal ini, kelompok pekerja bebas dan pedagang dinilai menjadi yang paling berisiko tidak patuh material karena menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri.
Pada dua kelompok wajib pajak tersebut, dia menyarankan untuk meneliti kepemilikan harta per 31 Desember 2015 hingga 31 Desember 2020 yang belum diungkapkan. Apabila sempat mengikuti program tax amnesty, wajib pajak juga perlu membandingkan kepemilikan harta dengan Surat Pernyataan Harta (SPH).
Ketika ditemukan ketidakcocokan antara jumlah harta dan SPT Tahunan atau SPH, maka wajib pajak dapat mulai berpikir untuk mengikuti PPS atau tidak.
"Tentunya akan ada manfaat yang sangat besar [apabila mengikuti PPS]," ujarnya.
Yudha menyebut sejumlah manfaat yang akan diperoleh peserta PPS di antaranya tidak diterbitkan ketetapan untuk tahun 2016 sampai 2020, terhindar dari sanksi 200% UU Pengampunan Pajak, serta data harta yang diungkap tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan pidana.
Mengenai wajib pajak orang pribadi karyawan dan investor, Yudha menilai risiko ketidakpatuhannya dinilai lebih kecil karena pajaknya telah langsung dipotong pihak lain. Meski demikian, kedua kelompok wajib pajak tersebut tetap bisa mengikuti PPS.
"Investor kalau hasil investasinya diputar lagi untuk men-generate income lain, terundang juga untuk ikut PPS. Tolong dilihat kondisi [kepemilikan harta] per 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2020 apakah ada ketimpangan atau tidak," imbuhnya.
Pemerintah menyelenggarakan PPS berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Periode program tersebut hanya 6 bulan, yakni pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan. Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. (sap)