Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya mendorong perluasan cakupan subject to tax rule (STTR) pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Merujuk pada hasil kesepakatan yang dicapai oleh yurisdiksi anggota Inclusive Framework, STTR saat ini hanya mencakup bunga dan royalti saja.
"Kami sudah mengusulkan tahun lalu untuk memperluas cakupan-cakupan STTR, bukan hanya royalti dan bunga saja tetapi juga mencakup capital gains dan jasa," ujar Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama, Selasa (1/2/2022).
Untuk diketahui, STTR memberikan kewenangan kepada negara sumber untuk memberlakukan tarif withholding tax secara penuh tanpa reduced rate dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Kondisi ini berlaku apabila penerima penghasilan yang berada di negara lain ternyata tidak membayar pajak di negara domisili.
STTR diharapkan mencegah korporasi multinasional melakukan penghindaran pajak atas laba yang diperoleh dari negara berkembang melalui treaty abuse.
Dengan tarif STTR yang disepakati sebesar 9%, hak pemajakan yang diperoleh yurisdiksi sumber nantinya adalah sebesar selisih antara tarif pajak minimum STTR sebesar 9% dan tarif pajak atas penghasilan di negara lain.
Untuk mengimplementasikan STTR, multilateral instrument (MLI) akan dirancang oleh negara-negara anggota Inclusive Framework pada pertengahan 2022. MLI nantinya akan memodifikasi P3B yang disepakati secara bilateral oleh setiap negara.
Saat ini terdapat 141 yurisdiksi yang menjadi anggota Inclusive Framework. Dari seluruh negara tersebut, masih terdapat 4 negara yang belum menyetujui solusi 2 pilar yakni Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka. (sap)