Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang diberikan untuk pengadaan alat kesehatan (alkes) atau barang yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 per Agustus 2021 mencapai Rp1,06 triliun. Fasilitas ini diberikan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu untuk membantu penanganan pandemi di Tanah Air.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga DJBC Syarif Hidayat mengatakan insentif tersebut diberikan atas impor alat kesehatan dengan nilai Rp5,52 triliun. Menurutnya, pemberian fasilitas perpajakan menjadi langkah pemerintah mempercepat penanganan pandemi Covid-19.
"Kementerian Keuangan melalui DJBC telah memberikan insentif fiskal untuk jenis barang berupa alat kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19 sejak Maret 2020 sampai dengan saat ini," katanya, dikutip Kamis (16/9/2021).
Syarif mengatakan sejumlah fasilitas perpajakan yang diberikan meliputi pembebasan bea masuk dan/atau cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut, serta pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor. Adapun hingga Agustus 2021, nilai fasilitas yang diberikan terdiri atas pembebasan bea masuk Rp300 miliar, PPN tidak dipungut Rp553 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan Rp207 miliar.
Menurutnya, jenis barang yang diimpor seperti reagent PCR, oksigen, masker (bedah, non-bedah, N95), ventilator, alat pelindung diri (APD), obat-obatan, mesin In Vitro untuk uji laboratorium, dan virus transfer media.
Misalnya pada PCR test reagent, total fasilitas pembebasan bea masuk dan PDRI yang telah diberikan hingga pertengahan Agustus 2021 senilai Rp366,76 miliar. Fasilitas itu terdiri atas pembebasan bea masuk Rp107 miliar, PPN tidak dipungut Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar.
Kemudian untuk oksigen, tabung, oxygen concentrator, dan peralatan pendukung lainnya, nilai impornya sebesar Rp1,2 triliun dengan nilai fasilitas pembebasan bea masuk sebesar Rp58 miliar, PPN tidak dipungut Rp116 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan sebesar Rp63 miliar.
Syarif menyebut pemberian fasilitas perpajakan atas impor alat kesehatan pada Agustus 2021 tumbuh 8,1% dibandingkan dengan Juli 2021. Nilai impornya mencapai Rp2,94 triliun, menjadi yang tertinggi sepanjang 2021 seiring dengan kenaikan kasus Covid-19.
Namun hingga 9 September 2021, dia melihat tren impor alat kesehatan mulai melandai. Nilai impor impor alat kesehatan tercatat Rp370 miliar, atau baru mencapai 12% dari impor pada Agustus 2021.
"Sehingga terindikasi pada bulan September mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya," ujarnya.
Syarif menambahkan pemerintah telah memiliki banyak payung hukum pemberian insentif fiskal untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19. Selain diatur dalam PMK 92/2020 jo PMK 92/2021, ada insentif kepabeanan untuk pengadaan obat-obatan melalui PMK 102/2007, serta insentif bea masuk ditanggung pemerintah untuk industri strategis yang terdampak Covid-19 khususnya sektor industri farmasi dan alat kesehatan melalui PMK 68/2021.
Kemudian, insentif atas impor barang hibah/hadiah untuk ibadah/amal/sosial melalui PMK 70/2012, serta fasilitas untuk impor vaksin Covid-19 melalui PMK 188/2020. (sap)