REFORMASI PERPAJAKAN

Soal Dampak Ekonomi Reformasi Perpajakan, Begini Penegasan Kemenkeu

Dian Kurniati
Minggu, 06 Juni 2021 | 06.01 WIB
Soal Dampak Ekonomi Reformasi Perpajakan, Begini Penegasan Kemenkeu

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam satu acara beberapa waktu lalu. Kementerian Keuangan mengklaim setiap kebijakan dalam mereformasi perpajakan telah memperhitungkan dampaknya pada perekonomian nasional. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mengklaim setiap kebijakan dalam mereformasi perpajakan telah memperhitungkan dampaknya pada perekonomian nasional.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan setiap kebijakan pemerintah telah melalui analisis yang mendalam, termasuk mengenai reformasi perpajakan. Selain itu, ada proses pembahasan bersama DPR sebelum suatu rencana kebijakan diberlakukan.

"Kalau pun akan ada perubahan, itu arahnya ke mana pasti dampak kepada perekonomiannya selalu kami perhitungkan dengan sangat terukur," katanya melalui konferensi video, Jumat (4/6/2021).

Febrio mengatakan reformasi perpajakan menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan perpajakan secara berkelanjutan. Menurutnya, reformasi juga perlu dilakukan karena struktur perekonomian masyarakat terus mengalami perubahan.

Dia menilai pandemi Covid-19 membuat langkah reformasi semakin mendesak karena penerimaan perpajakan mengalami tekanan sementara kebutuhan belanja mengalami peningkatan untuk menangani krisis kesehatan, melindungi masyarakat rentan, dan mendukung dunia usaha.

Pada dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, pemerintah mencantumkan sejumlah rencana kebijakan untuk tahun depan.

Misalnya, mengubah struktur tarif pajak pertambahan nilai (PPN), penambah layer penghasilan pada pajak penghasilan (PPh), serta mengenakan pajak karbon. Febrio menambahkan reformasi perpajakan pun cocok digabungkan dalam konteks konsolidasi fiskal.

Pada situasi tersebut, lanjutnya, pemerintah harus mengupayakan pertumbuhan penerimaan pajak agar defisit APBN kembali di bawah 3% pada 2023. "Yang namanya reformasi perpajakan ini merupakan reformasi yang terjadi secara kontinu," ujarnya.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menyebut reformasi akan menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan adil di masa depan. Sistem perpajakan yang sehat artinya efektif sebagai kebijakan, optimal sebagai sumber pendapatan, dan adaptif dengan perubahan dinamika perekonomian.

Sementara itu, sistem perpajakan yang adil yakni memberikan kepastian perlakuan pemajakan, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, serta menciptakan keseimbangan beban pajak antarkelompok pendapatan dan antarsektor.

Pada 2022, pemerintah memperkirakan tax ratio akan berada pada kisaran 8,37-8,42% terhadap produk domestik bruto (PDB), atau lebih tinggi dibandingkan dengan target pada APBN 2021 sebesar 8,18% PDB.

Sementara itu, target penerimaan perpajakan 2022 akan berkisar Rp1.499,3 triliun hingga Rp1.528,7 triliun. Pada angka estimasi tertinggi, target penerimaan perpajakan tersebut naik 5,8% dari tahun ini senilai Rp1.444,5 triliun. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.