Menteri Keuangan Sri Mulyani. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut setidaknya ada 4 isu tentang gender dalam sistem pajak di Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan isu pertama mengenai perlakuan yang sama antara wajib pajak laki-laki dan perempuan. Persamaan perlakuan tersebut terjadi baik pada pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, PPh badan, pajak pertambahan nilai (PPN), maupun PPh final pada UMKM.
"Di dalam peraturan, tentu tidak [berbeda]. Jadi, dalam hal ini sebetulnya sama," katanya dalam webinar bertajuk Peran Perempuan dalam Perpajakan Indonesia, Rabu (21/4/2021).
Menurut Sri Mulyani, akan ada dimensi yang berbeda ketika suami dan istri dalam rumah tangga sama-sama bekerja. Meski demikian, perempuan tetap dapat memilih untuk membayar pajak sebagai individu atau wajib pajak dengan status kawin bersama pasangannya.
Isu yang kedua mengenai dampak yang dirasakan wajib pajak perempuan dan laki-laki atas kebijakan pajak yang berlaku. Sri Mulyani kemudian menyinggung topik disertasinya mengenai perilaku yang berbeda antara wajib pajak perempuan dan laki-laki terhadap kenaikan tarif PPh.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan elastisitas tarif PPh terhadap perempuan lebih tinggi. Hal ini dikarenakan jika tarifnya naik 1% saja, mereka bisa memikirkan untuk berhenti berpenghasilan. Namun, pada wajib pajak laki-laki, berapa pun tarif PPh-nya, mereka menyatakan tetap harus bekerja.
Isu ketiga mengenai peranan perempuan dalam perekonomian. Dalam isu ini, Sri Mulyani menyoroti peran perempuan yang besar dalam mendorong perekonomian, terutama pada kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan partisipasi yang besar dalam UMKM, secara tidak langsung para perempuan lebih banyak memanfaatkan fasilitas tarif PPh final yang rendah. "Sehingga dalam hal ini seperti pemihakan secara gender," ujarnya.
Adapun isu keempat mengenai keberpihakan pembelanjaan uang hasil pajak untuk kelompok perempuan, seperti dari sisi infrastruktur. Menurut Sri Mulyani, dengan makin baik infrastruktur yang tersedia, makin banyak pula beban perempuan yang berkurang.
Infrastruktur itu mulai dari air bersih, sanitasi, jalan raya, koneksi internet, hingga jaringan listrik. Dengan pembangunan infrastruktur yang menggunakan pajak, perempuan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk turut serta dalam menggerakkan ekonomi keluarga maupun nasional.
"Dimensi gender dalam public policy dan public spending kita antara laki-laki dan perempuan dampaknya akan berbeda," ujarnya. (kaw)