TATA KELOLA PEMERINTAHAN

Tanah dan Bangunan Pemerintah Tak Dikelola Jadi Sumber Kerugian Negara

Redaksi DDTCNews
Jumat, 1 Januari 2021 | 12.01 WIB
Tanah dan Bangunan Pemerintah Tak Dikelola Jadi Sumber Kerugian Negara

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. (Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/kye)

JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan salah satu sumber kerugian negara berasal dari aset berupa tanah dan bangunan yang tidak dikelola dengan baik.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan besarnya potensi kerugian negara jika pemerintah lalai mengelola aset tanah dan bangunan. Tata kelola aset yang baik berlaku untuk kementerian/lembaga dan badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan milik pemda (BUMD).

"Luar biasa kerugian negara apabila aset tanah sampai hilang. Dalam proses pengadaan tanah itu, tanah siapa yang dibeli? Pastikan yang menerima uang dari pemerintah daerah itu pihak yang berhak, bukan calo, bukan broker," katanya di laman resmi KPK dikutip Senin (28/12/2020).

Alex menuturkan untuk memastikan tata kelola aset yang baik, KPK telah aktif mendorong pemerintah melakukan program sertifikasi aset. Program tersebut diyakini menjadi instrumen yang efektif untuk mencegah potensi korupsi terkait aset milik pemerintah pusat, daerah BUMN dan BUMD.

Menurutnya, KPK telah melakukan pendampingan kepada beberapa perusahaan pelat merah untuk sertifikasi aset berupa tanah dan bangunan. BUMN yang merasakan pendampingan lembaga antirasuah tersebut antara lain KAI, PLN dan Pertamina.

"Terkait dengan manajemen aset, salah satu titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi adalah ketika tanah dan bangunan tidak bersertifikat. Banyak orang yang kemudian dengan berbagai cara mengajukan klaim. Ini sering terjadi," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Bisnis Regional PT PLN Haryanto WS menyampaikan perseroan masih dalam upaya untuk melakukan sertifikasi aset baik tanah dan bangunan.

Dia menjabarkan PLN memiliki aset lebih dari 93.000 bidang tanah yang perlu disertifikasi. Namun, sampai akhir 2019 baru 30% yang sudah dilegalkan atau sudah memiliki sertifikasi.

"PLN memiliki kurang lebih 93.000 bidang tanah yang harus dilegalkan dan disertifikasi. Namun, sampai akhir tahun lalu, baru 30% bidang tanah atau persil yang telah bersertifikat," ungkapnya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.