Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) melakukan pengiriman email serentak (blast) kepada wajib pajak. Email imbauan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) 2019 tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (9/10/2020).
DJP menyatakan pengiriman email itu dilakukan pada Kamis, 5 November 2020. Namun, banyak wajib pajak penerima email mengaku sudah menyampaikan SPT Tahunan PPh. Kondisi ini sontak memunculkan banyaknya pertanyaan yang ditujukan ke DJP.
Terkait dengan hal tersebut, otoritas mengatakan bagi wajib pajak yang meyakini sudah menyampaikan SPT Tahunan PPh tetapi masih tetap menerima email, mereka bisa mengabaikan imbauan tersebut.
“Jika #KawanPajak merasa sudah yakin telah lapor tetapi masih menerima email tersebut, #KawanPajak bisa mengabaikan email itu,” tulis DJP dalam media sosial Instagram dan Facebook.
Untuk memastikan pelaporan, wajib pajak juga dapat mengecek pada akun DJP Online. Wajib pajak bisa melihatnya pada kolom Dashboard bagian Riwayat Pelaporan. Selain itu, wajib pajak juga dapat melakukan konfirmasi via Kring Pajak dan account representative (AR) KPP terdaftar.
Selain itu pengiriman email serentak oleh DJP, ada pula bahasan mengenai perubahan proses bisnis di otoritas karena terbitnya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Ada pula bahasan outlook implikasi pajak pascakemenangan Joseph Robinette Biden Jr. sebagai Presiden ke-46 Amerika Serikat.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Jelang akhir 2020, DJP terus mengimbau agar wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh. Bagi wajib pajak yang masih bingung dalam pelaporan SPT, DJP menyarankan agar melihat tutorial pengisian SPT Tahunan pada https://www.youtube.com/c/DitjenPajakRI.
Wajib pajak juga dapat menghubungi KPP dengan nomor yang tertera pada pajak.go.id/unit-kerja. Selain itu, wajib pajak bisa menghubungi Kring Pajak pada nomor telepon 1500200, Twitter @kring_pajak, atau live chat pajak.go.id.
“Tahun 2020 sudah hampir habis. Bagi #KawanPajak yang belum melaporkan SPT, segera lapor ya #KawanPajak! Mudah, cukup klik www.pajak.go.id saja,” tulis DJP dalam media sosial Instagram dan Facebook. (DDTCNews)
Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Hantriono Joko Susilo mengatakan UU 11/2020 membuat banyak perubahan dalam ketentuan dalam tiga regulasi inti pajak, yakni UU KUP, UU PPh, dan UU PPN. Perubahan regulasi ikut memengaruhi proses bisnis yang dilakukan oleh otoritas.
Hantriono memberi contoh adanya perubahan skema sanksi administrasi dan pengkreditan pajak masukan. Dua perubahan itu ikut mengubah sistem pelayanan yang selama ini dilakukan secara elektronik. Namun, dampaknya tidak terlalu signifikan.
"Tentu ada beberapa proses bisnis yang terdampak, tetapi tidak signifikan. Proses bisnis sekarang diidentifikasi atas dampak UU tersebut dan diikuti penyesuaian sistem informasi DJP jika diperlukan," katanya. (DDTCNews)
Dalam masa kampanye sebelumnya, Biden menjanjikan pencabutan kebijakan pemotongan pajak Trump. Biden diketahui mengandalkan kenaikan pajak, terutama pada perusahaan dan individu yang berpenghasilan tinggi. Penerimaannnya akan digunakan untuk mendanai investasi infrastruktur, akses penitipan anak, dan mempertahankan biaya perguruan tinggi.
Biden juga mengusulkan kenaikan PPh badan 21% menjadi 28% dan mencabut keringanan pajak bagi banyak pemilik usaha kecil. Untuk orang berpenghasilan minimal US$400.000, akan mendapat kenaikan tarif pajak dari 37% menjadi 39,6%. Dia juga akan melipatgandakan tarif pajak efektif atas pendapatan dari keuntungan modal, real estat, atau kepentingan bisnis. (Bisnis Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut terdapat setidaknya 2 penyebab pemanfaatan insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) yang hingga saat ini masih rendah.
Menurutnya, tidak semua pelaku UMKM mendengar dan mengetahui pemberian insentif PPh final DTP. Selain itu, bagi UMKM yang sudah mengetahui, ternyata tidak semuanya merasa perlu untuk mengklaim insentif pajak tersebut.
"Jadi walaupun kami memberikan insentif, kami tetap harus berusaha untuk me-reach out atau menjangkau mereka-mereka yang seharusnya mendapat potensi manfaat," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah mengatur kembali pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 61/2020.
Berdasarkan pada ketentuan dalam PP tersebut, pengecualian pengenaan tarif PPnBM sebesar 75% atas yacht kini tidak hanya untuk kepentingan negara dan angkutan umum, tetapi juga diberikan atas yacht yang digunakan untuk usaha pariwisata. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)