Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah (kanan) memberikan penjelasan mengenai sukuk ritel seri SR-013. (tangkapan layar Youtube DJPPR Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi meluncurkan instrumen surat berharga negara ritel (SBN) berupa sukuk ritel seri SR-013 dengan imbal hasil 6,05%.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah mengingatkan investor yang membeli SR-013 harus melaporkannya dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
“Tadi kan [imbal hasilnya] kena pajak, mestinya sebagai wajib pajak yang taat pajak. Tentunya ini nanti juga akan dilaporkan secara pribadi," katanya dalam peluncuran SPR-013 secara virtual, Jumat (28/8/2020).
Dwi mengatakan pemerintah telah menetapkan tarif pajak penghasilan (PPh) atas imbal hasil surat berharga negara sebesar 15%, lebih rendah dibandingkan PPh pada bunga deposito yang mencapai 20%. Perolehan bunga itulah yang harus dimasukkan dalam SPT tahunan.
PPh tersebut bersifat final sehingga imbal hasil SR-013 yang diterima oleh investor akan langsung dipotong oleh lembaga jasa keuangan. Dalam hal ini, investor cukup melaporkannya ke dalam SPT. Sementara itu, kepemilikan sukuk ritel SR-013 dan SBN lainnya juga dikategorikan sebagai bagian dari harta yang harus dicantumkan dalam SPT.
"Orang cerdas adalah yang taat pajak," ujarnya.
Investor bisa membeli sukuk ritel SR-013 dengan nominal minimum Rp1 juta dan maksimum Rp3 miliar melalui 31 mitra distribusi, baik bank, perusahaan efek, maupun perusahaan financial technology.
Sukuk ritel SR-013 tersebut bertenor 3 tahun, tetapi bersifat tradable atau dapat diperdagangkan. Investor dapat menjual SR-013 setelah masa minimum holding period berakhir mulai 11 Desember 2020.
Pemerintah mulai menawarkan SR-013 pada 28 Agustus hingga 23 September 2020. Penetapan hasil penjualan akan dilakukan pada 28 September 2020, sedangkan setelmen pada 30 September 2020. (kaw)