Presiden Joko Widodo (Ilustrasi).
JAKARTA, DDTCNews—Sepanjang pekan ini, jor-joran insentif pemerintah dalam mengantisipasi dampak virus Corona hingga kebijakan baru Ditjen Pajak perihal pengawasan wajib pajak menjadi topik bahasan sejumlah media nasional.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama resmi melakukan pengawasan berbasis kewilayahan. Hal itu tertuang Surat Edaran No. SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan WPP Dalam Rangka Perluasan Basis Pajak.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan tujuan dari pengawasan berbasis kewilayahan—salah satunya diwujudkan dengan perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama—salah satunya adalah untuk memperbaiki struktur penerimaan pajak yang masih jauh dari ideal.
“Kami mau memperbaiki struktur penerimaan pajak yang selama ini tergantung kepada wajib pajak besar,” katanya.
Selain itu, upaya pemerintah mengantisipasi isu virus Corona melalui sejumlah stimulus terus berlanjut. Mulai dari, pelonggaran ketentuan impor, penundaan pembayaran PPh 21, hingga penghapusan pajak hotel dan restoran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan seluruh relaksasi dilakukan untuk membantu dari sisi korporasi maupun masyarakat di tengah tekanan ekonomi sebagai akibat wabah virus Corona.
Tidak ketinggalan, tema perihal pelaporan SPT juga ramai diberitakan. Hingga Rabu, jumlah SPT yang dilaporkan ke DJP sudah menembus 5 juta SPT atau tumbuh 32% dari periode yang sama tahun lalu. Berikut berita pajak pekan ini, (2-6 Maret 2020):
Kerek Kepatuhan Wajib Pajak
Ditjen Pajak meyakini pengawasan berbasis kewilayahan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan pengawasan berbasis kewilayahan, petugas pajak dapat lebih gencar lagi mendatangi wajib pajak.
Selain itu, pengawasan berbasis kewilayahan di tingkat KPP Pratama juga menjadi bagian dari upaya untuk mengompensasi berkurangnya potensi penerimaan akibat gencarnya pemberian insentif.
Keringanan Bea Masuk
Virus Corona yang berdampak secara global membuat distribusi bahan baku atau barang modal untuk industri manufaktur dalam negeri menjadi terganggu. Pemerintah pun ingin membantu melalui keringanan bea masuk khusus.
Pemerintah belum memutuskan opsi stimulus tersebut, apakah pengurangan tarif bea masuk atau dinolkan. Untuk saat ini, pemerintah mengimbau pelaku industri untuk mencari bahan baku dari negara lain.
Tak hanya memberikan keringanan bea masuk, pemerintah juga akan memberi pengurangan biaya untuk perusahaan yang membuka surat kredit atau letter of credit (LC) baru dalam kegiatan ekspor impor.
Penundaan Pembayaran PPh Pasal 21 Harus Hati-Hati
Insentif pajak memang menjadi salah satu instrumen yang efektif untuk menjaga kestabilan ekonomi di tengah tekanan. Namun, relaksasi atau insentif harus dapat didesain secara hati-hati agar tidak menekan balik dari sisi anggaran negara.
Misal, perihal penundaan pembayaran PPh Pasal 21. Pemerintah ada baiknya menetapkan juga kriteria perusahaan yang bisa mendapatkannya. Pasalnya, PPh karyawan menyumbang sekitar 10%-12% dari total penerimaan pajak.
Untuk diketahui, fasilitas penundaan pembayaran PPh Pasal 21 pernah dilakukan pemerintah pada 2008-2009. Kala itu, penundaan pembayaran PPh Pasal 21 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 184/2007, di mana statusnya sudah tidak berlaku.
‘Surat Cinta’ dari DJP Buat Wajib Pajak
Ditjen Pajak sudah mengirim ‘surat cinta’ berisi imbauan untuk melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) lebih awal kepada 11 juta wajib pajak orang pribadi sebelum 6 Maret 2020.
Bukan tanpa sebab DJP mengirimkan surat cinta tersebut. Hal ini untuk menghindari wajib pajak menemui pelbagai kendala yang mungkin dihadapi, terutama yang berkaitan dengan sistem teknologi informasi.
Saat ini, lapor pajak bisa di mana saja dan kapan saja dengan e-Filing melalui menu login di laman DJP Online. Selain saluran e-Filing, wajib pajak juga bisa menyampaikan SPT melalui e-Form jika susah internet.
Pemerintah Tunda Pemberian Insentif Turis Asing
Tidak hanya menyasar WNI, insentif pemerintah dalam menghadapi efek virus Corona terhadap perekonomian juga berencana menyasar turis asing. Namun dalam perjalanannya, insentif itu ditunda.
Penundaan insentif itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, virus Corona juga sudah masuk ke wilayah Indonesia. Alhasil, rencana pemberian insentif untuk turis asing pun terpaksa ditunda untuk menghindari virus Corona menyebar lebih jauh.
Pemerintah sebelumnya mematok alokasi anggaran insentif untuk maskapai penerbangan dan biro perjalanan yang melayani turis asing ke Indonesia mencapai Rp98,5 miliar. Sementara insentif untuk turis domestik sebesar Rp443,39 miliar. (rig)