JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) berhak melakukan pengawasan dan pemeriksaan ketika mendapati data konkret terkait wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban PPN dengan benar.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak PER-18/PJ/2025, data konkret tersebut dapat berupa kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT Masa PPN sebelumnya.
"Bukti transaksi atau data perpajakan ... dapat berupa: kelebihan kompensasi pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya," bunyi Pasal 2 ayat (2) huruf a PER-18/PJ/2025, dikutip pada Senin (29/9/2025).
Untuk diketahui, data konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP. Otoritas berwenang melakukan pengawasan dan/atau pemeriksaan sebagai tindak lanjut atas penemuan data konkret tersebut.
Data konkret ini berupa bukti transaksi atau data perpajakan, termasuk data mengenai pengajuan kompensasi atas kelebihan PPN yang tidak seharusnya.
Artinya, wajib pajak melaporkan ada kelebihan kompensasi atau lebih bayar PPN dalam suatu SPT Masa PPN, tetapi kelebihan itu tidak ada buktinya atau dasarnya dari laporan PPN bulan sebelumnya.
Kelebihan kompensasi berarti terdapat PPN yang lebih bayar pada suatu masa pajak, lalu dikompensasikan atau dipindahkan ke masa pajak berikutnya, bukan diminta kembali alias restitusi.
Apabila setelah pengawasan atau pemeriksaan didapati ada PPN yang tidak seharusnya dikompensasikan, maka DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas pokok pajak yang tidak seharusnya dikompensasikan ditambah sanksi administratif.
Adapun sanksi administratifnya berupa kenaikan sebesar 75% dihitung dari PPN yang kurang dibayar, sebab melakukan kompensasi yang tidak seharusnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 13 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. (dik)