Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.
JAKARTA, DDTCNews - Saldo anggaran lebih (SAL) senilai Rp85,6 triliun akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pada paruh kedua 2025.
Kementerian Keuangan menyatakan penggunaan SAL senilai Rp85,6 triliun tersebut diperlukan untuk menurunkan penerbitan surat berharga negara (SBN), mendanai belanja prioritas, dan membiayai defisit.
"Kami meminta persetujuan DPR untuk menggunakan SAL senilai Rp85,6 triliun sehingga kenaikan defisit tidak harus dibiayai semua menggunakan penerbitan surat utang, tetapi menggunakan cash yang ada," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dikutip pada Rabu (2/7/2026).
Dengan penggunaan SAL tersebut, pembiayaan utang bisa tetap terjaga meski defisit anggaran pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp662 triliun atau 2,78% dari PDB, lebih lebar ketimbang target awal senilai Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB.
Sebagai informasi, SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun anggaran berjalan ditambah/dikurangi penyesuaian SAL.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 147/2021, SAL dapat digunakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kas temporer, pembiayaan anggaran, ataupun stabilisasi.
Tak hanya itu, SAL juga digunakan untuk memberikan pinjaman kepada BUMN, BUMD, pemda, dan badan hukum lainnya. Ketentuan pemberian pinjaman kepada BUMN, BUMD, pemda, dan badan hukum lainnya menggunakan dana SAL telah diatur dalam PMK 88/2024.
"Pinjaman dana SAL adalah fasilitas dukungan likuiditas berupa pinjaman jangka pendek yang dapat diberikan pemerintah kepada BUMN/BUMD/pemda/badan hukum lainnya yang mendapat penugasan pemerintah dalam rangka melaksanakan kebijakan nasional, sebagai bentuk optimalisasi pemanfaatan dana SAL bendahara umum negara (BUN)," bunyi Pasal 1 angka 14 PMK 88/2024.
Tambahan informasi, Kemenkeu mencatat posisi SAL pada akhir 2024 mencapai Rp457,5 triliun. (rig)