Wakil Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Plh. Dirjen Anggaran Suahasil Nazara. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan terus mewaspadai dampak realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) dan lifting migas yang rendah terhadap APBN.
Plh. Dirjen Anggaran Suahasil Nazara mengatakan realisasi ICP dan lifting migas dalam beberapa tahun terakhir masih berada di bawah target pada APBN. Padahal, asumsi nilai ICP dan lifting migas ini menjadi dasar bagi pemerintah dan DPR merancang APBN.
"Ini yang nanti akan punya impact kepada keseluruhan postur adalah ketika kita bandingkan dia dengan asumsi APBN. Itu mesti kita awasi betul dengan sangat hati-hati," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR dikutip pada Senin (12/5/2025).
Suahasil mengatakan realisasi rata-rata ICP pada Februari 2024 hingga Februari 2025 senilai US$74,24 per barel atau turun 4,42% dari periode yang sama tahun lalu US$77,67 per barel. Realisasi ini masih di bawah asumsi pada APBN 2025 senilai US$82 per barel.
Penurunan rata-rata ICP pada Desember 2024 hingga Februari 2025 antara lain disebabkan oleh pelemahan ekonomi China sehingga permintaan minyak mentahnya melambat, serta kekhawatiran pasar atas potensi penurunan permintaan minyak dunia akibat kebijakan tarif AS.
Kemudian, lifting minyak bumi hingga Februari 2025 sebanyak 596.000 barel per hari atau naik 3,11% dari periode yang sama tahun lalu 578.000 barel per hari. Walaupun tumbuh, angka ini masih di bawah asumsi pada APBN sebanyak 605.000 barel per hari.
Adapun untuk lifting gas bumi sebanyak 947.000 barel setara minyak per hari atau naik 4,41% dari periode yang sama tahun lalu 907.000 barel setara minyak per hari. Realisasi tersebut juga masih di bawah asumsi pada APBN sebanyak 1,0 juta barel setara minyak per hari.
Dia menjelaskan efek realisasi ICP dan lifting migas yang rendah antara lain tecermin pada kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas. Hingga Maret 2025, realisasi PNBP migas senilai Rp24,9 triliun atau terkontraksi 2,9%.
Suahasil menyebut Kemenkeu akan terus mengamati pergerakan ICP dan lifting migas dalam beberapa waktu mendatang. Di sisi lain, realisasi ICP dan lifting migas yang rendah juga menjadi catatan untuk memperbaiki perspektif perencanaan dalam penyusunan APBN.
"Lifting tahun ini, Januari sampai Maret lebih tinggi dibandingkan Januari sampai Maret tahun lalu, tetapi tetap di bawah asumsi. Ini menjadi risiko. Sebesar apa resikonya? Ini yang harus kita pantau dari waktu ke waktu," ujarnya. (dik)