PMK 81/2024

Catat! Perubahan Batas Waktu Setor PPh Pasal 26 atas Penjualan Saham

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 21 April 2025 | 15.30 WIB
Catat! Perubahan Batas Waktu Setor PPh Pasal 26 atas Penjualan Saham

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – PMK 81/2024 mengubah ketentuan batas waktu penyetoran PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan dari penjualan saham oleh wajib pajak luar negeri (WPLN) selain bentuk usaha tetap (BUT).

Berdasarkan Pasal 239 PMK 81/2024, pembeli menjadi pihak yang diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 26. Pembeli sebagai pemotong pajak wajib menyetorkan PPh Pasal 26 maksimal tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

“Pembeli sebagai pemotong pajak...wajib menyetorkan PPh Pasal 26 yang terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak melalui collecting agent,” bunyi Pasal 239 ayat (3) PMK 81/2024, dikutip pada Senin (21/4/2025).

Selain itu, pembeli juga wajib melaporkan PPh Pasal 26 tersebut maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir. Untuk diperhatikan, pelaporan PPh Pasal 26 tersebut dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Apabila pembeli saham juga merupakan WPLN maka perseroan menjadi pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak. Untuk itu, perseroan sebagai pemungut pajak harus membuat bukti pemungutan dan menyampaikannya kepada pihak yang dipungut.

Selain itu, perseroan juga harus menyetorkan PPh Pasal 26 maksimal tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak serta melaporkannya melalui SPT PPh Masa Unifikasi maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Dalam ketentuan sebelumnya, PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan saham oleh WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan netto yang berlaku adalah 25% dari harga jual.

Dengan demikian, besarnya PPh Pasal 26 yang dipotong adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual. PPh Pasal 26 ini bersifat final.

Untuk WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia maka pemotongan pajak hanya dilakukan jika hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia sesuai dengan P3B yang berlaku.

Sebelumnya, pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan saham yang diterima WPLN selain BUT diatur dalam KMK 434/KMK.04/1999. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) KMK 434/1999, PPh Pasal 26 tersebut disetorkan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.

Poin lain yang sedikit berbeda dari ketentuan sebelumnya adalah perseroan kini hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham dari penjualan saham jika WPLN telah membuktikan bahwa PPh Pasal 26 yang terutang telah dibayar lunas dengan menyerahkan salinan bukti pemotongan atau pemungutan PPh.

Selain itu, perseroan harus mencatat akta pemindahan hak atas saham jika WPLN menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan aslinya. Dengan demikian, WPLN kini tak perlu menunjukkan bukti pemungutan asli, tetapi cukup salinannya saja. (rig)

Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.