Foto udara area pengeboran sumur eksplorasi Buah Merah (BMR)-001, Distrik Klasafet, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Senin (10/6/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/aww/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah Indonesia mengikuti skema penyimpanan karbon lintas batas. Hal ini merupakan langkah kolektif negara-negara di dunia untuk mencapai net zero emission (NZE). Dengan cara ini, negara dengan emisi tinggi bisa mengangkut dan menyimpan karbonnya ke negara lain yang memiliki kapasitas penyimpanan berlimpah.
Koordinator Pokja Pengembangan Wilayah Kerja Migas Non-Konvensional Dwi Kementerian ESDM Adi Nugroho menjelaskan Indonesia telah menyiapkan regulasi yang mengatur transportasi karbon dari luar negeri. Pada tahap pertama pengembangan carbon capture storage (CCS), pemegang izin operasi CCS bisa mengalokasikan 30% dari total kapasitas untuk penyimpanan karbon dari luar negeri.
"Pemegang izin operasi penyimpanan karbon dapat mengalokasikan 30% dari total kapasitas penyimpanan untuk digunakan bagi karbon dari luar negeri," kata Adi, dikutip pada Rabu (11/9/2024).
Ketika transportasi karbon berjalan nanti, pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk menyesuaikan alokasi penyimpanan karbon 'impor'. Kapasitas penyimpanan karbon dari luar negeri akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pengembangan CCS.
"Penyimpanan karbon yang berasal dari luar negeri, hanya dapat dilakukan oleh produsen karbon yang melakukan investasi atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia," kata Adi.
Berdasarkan kajian Lemigas Kementerian ESDM, perkembangan CCS di Indonesia mempunyai potensi penyimpanan karbon dioksida (CO2) sebanyak 577,62 giga ton yang tersebar di 20 lokasi. Penyimpanan karbon ini bersumber dari depleted reservoir dan saline akuifer.
Kedua puluh lokasi/lapangan penyimpanan karbon di Indonesia, antara lain North East Java dengan kapasitas 100.83 giga ton, Tarakan dengan kapasitas 91,92 giga ton, North Sumatera 53,34 giga ton, Makassar Strait 50,70 giga ton, Central Sumatera 43,54 giga ton, Kutai 43 giga ton, dan Banggai 40,31 giga ton.
Kemudian, ada South Sumatera dengan kapasitas 39,69 giga ton, Kendeng 30,64 giga ton, West Natuna 13,15 giga ton, Barito 12,05 giga ton, Seram 11,58 giga ton, Pasir 10,36 giga ton, Salawati 8,75 giga ton, West Java 7,22 giga ton, dan Sunda Asri 6,52 giga ton.
Lalu, ada Sengkang dengan kapasitas 4,31 giga ton, Bintuni 2,13 giga ton, North Serayu 1,55 giga ton, dan Bawean 1,16 giga ton.
Sebagai informasi, skema pelaksanaan proyek CCS di Indonesia dibagi menjadi 2 pilihan. Pertama, penyelenggaraan CCS berdasarkan kontrak kerja sama migas. Dalam skema ini, rencana kegiatan CCS dapat diusulkan oleh KKKS dalam POD I maupun POD lanjutan atau revisinya.
Kedua, CCS dapat dikembangkan sebagai usaha tersendiri, melalui izin eksplorasi zona target injeksi, dan izin operasi penyimpanan karbon. (sap)