Staf Ahli Menko Perekonomian Raden Pardede.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menilai rasio perpajakan (tax ratio) yang rendah akan menyebabkan beban fiskal pemerintah terasa lebih berat.
Staf Ahli Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan rasio utang pemerintah sejauh ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Namun, posisi utang tersebut terasa lebih berat karena tax ratio Indonesia masih sangat rendah.
"Sebetulnya dibandingkan dengan negara-negara lain dari sisi rasio [utang] per PDB, relatif tidak terlampau besar, tetapi dari sisi beban fiskal, relatif besar. Kenapa? Karena tax ratio kita terlampau rendah," katanya, dikutip pada Jumat (30/8/2024).
Raden mengatakan rasio utang pemerintah sempat menyentuh level 40% karena kebutuhan pembiayaan yang besar saat pandemi Covid-19. Sementara pada saat ini, rasio utang pemerintah berada di kisaran 39%.
Pemerintah pun berkewajiban untuk membayar utang yang jatuh tempo setiap tahun. Dalam hitungannya, pembayaran utang yang jatuh tempo tersebut dapat mencapai sekitar 1,5% PDB.
Meski demikian, angka tax ratio Indonesia masih di kisaran 10,5%. Angka ini masih di bawah negara-negara tetangga termasuk Kamboja yang memiliki tax ratio 15%.
Adapun pada negara yang sama-sama memiliki pendapatan per kapita hampir US$5.000, biasanya memiliki tax ratio sekitar 17%.
"Oleh karena itu, reform di perpajakan is a must. Pajak kita itu termasuk terendah di dunia," ujarnya.
Posisi utang pemerintah pada akhir Juli 2024 senilai Rp8.502,69 triliun atau 38,68% PDB. Rasio utang ini turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 39,13%. Pemerintah menilai rasio utang ini masih aman karena di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. (sap)