Ilustrasi. Pemandangan kolam penampungan cairan limbah gas metana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kawatuna di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (22/1/2024). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia secara spesifik sudah memiliki regulasi mengenai penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS). Hal itu diatur dalam Perpres 14/2024 dan Peraturan Menteri ESDM 2/2023.Â
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan Indonesia menjadi yang terdepan di Asia Tenggara sebagai negara yang mengatur secara khusus kebijakan penangkapan dan penyimpanan karbon di bawah tanah.Â
"Malaysia saja belum. Malaysia baru September [2023]. Kita sudah duluan [Maret 2023], sudah sekitar 6 bulan," kata Arifin, dikutip pada Rabu (7/8/2024).Â
Pemerintah Indonesia mengatur bahwa implementasi penangkapan dan penyimpanan karbon akan memberikan porsi lebih banyak untuk kebutuhan domestik. Substansi Perpres 14/2024, salah satunya, adalah porsi kapasitas penyimpanan untuk domestik, dengan minimum 70% dari total kapasitas penyimpanan dan dapat disesuaikan untuk kepentingan nasional.
CCS/CCUS merupakan teknologi inovatif yang memungkinkan emisi karbon dioksida (CO2) dipisahkan dari sumbernya, diangkut, dan disimpan secara permanen di bawah tanah. Teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi CO2 dari berbagai sektor industri, seperti pembangkit listrik, industri berat, dan manufaktur.
"Nanti kita mengutamakan untuk capture CO2 di dalam negeri dulu sebelum dijadiin hub, jadi emang regulasinya itu 70-30, 70% untuk domestik," ujarnya.
Indonesia, sebut Arifin, memiliki potensi kapasitas penyimpanan CO2 Indonesia sangat besar, yakni mencapai 577,6 Giga Ton, yang terdiri dari potensi saline aquifer sejumlah 572,8 Giga Ton dan depleted oil & gas sebanyak 4,8 Giga Ton. Seluruh potensi penyimpanan CO2 tersebut tersebar dari ujung barat hingga timur di wilayah Indonesia.
"Potensi saline-nya bisa sampai 570 giga ton, 500 miliar ton untuk menyimpan CO2, kemudian depleted oil & gas ini sedikit, yaitu dari sumber-sumber minyak dan gas yang pernah dipompa bisa dimasukkan CO2 dengan potensi sekitar 4 Giga Ton," pungkas Arifin.Â
Revisi atas 2 beleid tentang aspek perpajakan industri hulu migas akan ikut mengatur pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon pada operasional hulu migas.
Kedua beleid yang dimaksud adalah PP 27/2017 mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan PPh di bidang usaha hulu migas, serta PP 53/2017 soal perlakukan perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas dengan kontrak gross split. Kendati begitu, pemerintah belum menjelaskan secara terperinci aspek tentang CCS/CCUS yang akan diatur dalam revisi kedua PP tersebut. (sap)