Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menambah layanan perpajakan yang sudah bisa diakses dengan data identitas. Salah satunya, e-form orang pribadi dan badan. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (5/8/2024).
Terhitung sejak Sabtu (3/8/2024), ada 9 tambahan layanan perpajakan berbasis Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit, Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU), dan NPWP 15 digit.
“Daftar layanan perpajakan berbasis NPWP 16 digit, NITKU, atau NPWP 15 digit akan terus bertambah melalui penerbitan pengumuman secara berkala,” tulis DJP dalam keterangan resminya,
Sembilan layanan perpajakan yang mulai bisa diakses dengan NPWP format baru per hari ini adalah, VAT refund modal khusus, e-form OP dan e-form badan, SPT Masa PPS Final, pelaporan investasi dealer utama, service PJAP laporan PMSE (API), e-filing PJAP (API), web billing internet, penyusutan dan amortisasi, serta pelaporan SPT bea meterai.
Dengan tambahan 9 layanan tersebut, kini total ada 37 layanan perpajakan yang sudah berbasis NPWP format baru. Daftar lengkap 37 layanan perpajakan berbasis NPWP format baru bisa disimak di sini.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan mulai Agustus 2024, seluruh layanan kepada masyarakat sudah dapat diakses dengan NPWP 16 digit, NITKU, dan NPWP 15 digit. Hal ini dilakukan sebelum implementasi sistem inti administrasi perpajakan yang baru.
“Insyaallah mulai bulan Agustus seluruh layanan kepada masyarakat wajib pajak dapat kami lakukan secara baik dengan menggunakan NPWP baru … sebelum betul-betul kita menggunakan sistem administrasi baru,” jelas Suryo.
Selain bahasan mengenai NPWP format baru, ada pula pemberitaan mengenai implementasi coretax system, rencana penyederhanaan layer cukai rokok, fenomena downtrading rokok, hingga rekomendasi IMF agar negara berkembang untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Penambahan layanan perpajakan yang bisa diakses dengan NPWP format baru dilakukan secara bertahap. DJP menegaskan tidak ada prioritas khusus terhadap aplikasi-aplikasi tertentu.
Pemilihan aplikasi-aplikasi apa saja yang perlu segera diberikan fitur tambahan NPWP 16 digit murni berdasarkan kesiapan sistemnya.
"Enggak ada [kriteria khusus]. Jadi yang bisa lebih cepat dikerjakan, itu duluan. Tetapi intinya semua kami kerjakan," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. (DDTCNews)
Pemerintah menargetkan implementasi coretax system bisa dimulai akhir 2024. Apa tujuan penerapan coretax? Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan setidaknya ada 8 tujuannya.
Pertama, melakukan automasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan. Kedua, meningkatkan data analytics.
Ketiga, menciptakan transparansi akun wajib pajak. Keempat, memperbaiki layanan perpajakan menjadi lebih cepat serta dapat diakses dari berbagai saluran.
Kelima, menciptakan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih berkeadilan bagi wajib pajak.
Keenam, menyediakan data yang lebih kredibel (valid dan terintegrasi) serta memperluas jaringan integrasi data pihak ketiga. Ketujuh, menciptakan knowledge management for better decision serta menjadikan DJP sebagai data and knowledge driven organization.
Kedelapan, membuat laporan keuangan DJP yang prudent dan accountable dengan adanya revenue accounting system. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemerintah akan berhati-hati dalam melanjutkan rencana penyederhanaan layer tarif pada cukai hasil tembakau (CHT).
Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto, upaya menyederhanakan layer tarif CHT tergolong kompleks dan membutuhkan waktu panjang. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan berbagai aspek pada masyarakat.
"Tentunya pemerintah akan sangat berhati-hati sekali. Kami memperhatikan industri, kesehatan, dan penerimaan," katanya. (DDTCNews)
DJBC menilai peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan fenomena downtrading terjadi sebagai dampak dari kenaikan tarif cukai rokok. Menurutnya, downtrading dapat terjadi karena daya beli masyarakat tidak mampu mengimbangi kenaikan tarif cukai.
"Karena tarif [cukai] naik terus, downtrading tidak bisa dihindari. Kecuali tarif naik, daya beli naik, tidak akan ada downtrading," katanya. (DDTCNews)
International Monetary Fund (IMF) dan World Bank merilis sejumlah rekomendasi bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menggenjot penerimaan perpajakannya. Salah satu rekomendasinya, memacu efektivitas insentif pajak yang selama ini sudah dikucurkan.
IMF dan World Bank menilai pemberian tax holiday bagi investor di kawasan ekonomi khusus tidak efektif menarik investasi.
Selain itu, RI perlu memperluas basis PPN. Pembebasan PPN dinilai tidak efektif melindungi masyarakat miskin. Negara berkembang seperti Indonesia juga perlu membenahi desain dan memperluas cakupan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Penerimaan PPh OP di negara berkembang tercatat jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju. (Kontan) (sap)