Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU
JAKARTA, DDTCNews - Importasi barang untuk keperluan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam rangka operasi perminyakan bisa mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI).
Kegatan usaha hulu migas tersebut mencakup tahapan eksplorasi dan eksploitasi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari kegiatan usaha hulu migas.
"Bea masuk [yang dibebaskan] termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan," bunyi Pasal 2 ayat (4) PMK 217/2019, dikutip pada Rabu (26/6/2024).
Sementara itu, pajak dalam rangka impor yang tidak dipungut, mencakup PPN atau PPnBM dan/atau PPh Pasal 22.
Pembebasan bea masuk dan PDRI tidak dipungut pada tahap eksploitasi diberikan berdasarkan skema kontrak kerja sama (KKS). Terhadap KKS berupa kontrak bagi hasil berdasarkan skema cost recovery, pembebasan bea masuk dan PDRI tidak dipungut berdasarkan pertimbangan keekonomian proyek dari Menteri ESDM.
Kemudian, terhadap KKS bagi hasil berdasarkan gross split, pembebasan bea masuk dan PDRI tidak dipungut diberikan sampai dengan saat dimulainya produksi komersial.
Terakhir, terhadap KKS bagi hasil berdasarkan skema gross split dan cost recovery (kombinasi) maka pembebasan bea masuk dan PDRI tidak dipungut diberikan sesuai dengan kontrak hingga berakhirnya masa kontrak.
Pelaksanaan impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan PDRI tidak dipungut dapat dilakukan oleh kontraktor atau penyedia barang (vendor).