Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - World Bank memperkirakan kenaikan tarif PPN tidak akan memberikan tambahan penerimaan pajak yang optimal bagi APBN.
Menurut World Bank, dampak kenaikan tarif PPN terhadap penambahan penerimaan pajak cenderung minim akibat sempitnya basis pajak dan rendahnya kepatuhan.
"Bukti di negara-negara lain menunjukkan kenaikan tarif PPN memberikan tambahan penerimaan yang minim bila ketidakpatuhan masih terus berlanjut," tulis World Bank dalam Indonesia Economic Prospects (IEP) yang dirilis hari ini, Senin (24/6/2024).
Oleh karena itu, World Bank menilai kenaikan tarif PPN sebagaimana diamanatkan dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan itu perlu dibarengi dengan perluasan basis dan peningkatan kepatuhan pajak.
World Bank memandang pemerintah Indonesia belum dapat memungut PPN secara optimal akibat tingginya ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) serta banyaknya barang dan jasa yang dikecualikan dari objek PPN.
Kepatuhan pajak cenderung rendah akibat banyaknya hambatan untuk enforcement, pengelakan pajak yang marak, dan rendahnya moral pajak di antara para wajib pajak. Ketidakpatuhan juga diperparah oleh tingginya informalitas dalam sistem perekonomian Indonesia.
Alhasil, World Bank mencatat C-efficiency ratio dari PPN Indonesia hanya sebesar 0,53, lebih rendah ketimbang negara-negara tetangga sebesar 0,17. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung C-efficiency ratio adalah penerimaan PPN/(tarif PPN x PDB dari sektor konsumsi).
Bila C-efficiency ratio dari PPN Indonesia bisa ditingkatkan menjadi setara dengan negara-negara tetangga, penerimaan PPN Indonesia bisa naik sebesar 32%.
Guna mengatasi itu tersebut, World Bank pun merekomendasikan 3 kebijakan jangka pendek antara lain menurunkan threshold PKP, mengurangi insentif, dan memperbaiki kebijakan pemeriksaan untuk meningkatkan kepatuhan.
"Dalam jangka menengah, penerimaan pajak bisa ditingkatkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data pihak ketiga. Indonesia juga perlu memformalkan sistem perekonomiannya," tulis World Bank.
Sebagai informasi, tarif PPN di Indonesia diwacanakan naik dari 11% menjadi 12% pada tahun depan sesuai dengan yang telah dijadwalkan dalam UU PPN s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan bahwa naik tidaknya tarif PPN akan diputuskan oleh pemerintah berikutnya di bawah kendali presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
"Pertanyaan terkait PPN saya sudah sampaikan berkali-kali, saya menyerahkan kepada pemerintahan baru untuk memutuskannya," kata Sri Mulyani. (rig)