Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan menggali potensi penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi digital.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan selain produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), ada aktivitas pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah (SIPP).
“Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya, seperti … pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah,” ujar Dwi dalam siaran pers, dikutip pada Rabu (10/4/2024).
Seperti diketahui, pemerintah telah memberlakukan PMK 58/2022. PMK 58/2022 diterbitkan guna mengimplementasikan ketentuan Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Terbit, Aturan Baru Pemungut Pajak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah’.
Pada PMK tersebut, marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak atas penyerahan barang dan jasa oleh rekanan melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.
Pajak yang harus dipungut antara lain PPh Pasal 22, PPN, dan PPnBM. PPh Pasal 22 terutang atas penghasilan yang diterima rekanan sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
PPh Pasal 22 yang dipungut sebesar 0,5% dan merupakan kredit pajak bagi rekanan. Bila dipungut atas penghasilan rekanan yang dikenai PPh bersifat final maka PPh Pasal 22 tersebut adalah bagian dari pelunasan PPh final.
Adapun PPN yang dipungut adalah sebesar 11% sesuai dengan tarif PPN yang berlaku secara umum.
DJP mencatat hingga Maret 2024, penerimaan pajak SIPP senilai Rp1,77 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut terdiri atas Rp402,38 miliar penerimaan 2022, Rp1,1 triliun penerimaan 2023, dan Rp252,16 miliar penerimaan tahun 2024.
“Penerimaan pajak SIPP terdiri atas PPh sebesar Rp119,88 miliar dan PPN sebesar Rp1,65 triliun,” imbuh Dwi. (kaw)