Pekerja menunjukkan uang tunjangan hari raya (THR) yang diterimanya saat pembagian di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (2/4/2024). Perusahaan tersebut membagikan uang THR kepada 51.317 pekerja harian dan borongan yang tersebar di sembilan Kabupaten dengan total Rp129.949.743.295 guna membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarga selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Tunjangan hari raya (THR) merupakan salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh pekerja ketika menjelang Lebaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 6/2016 tentang THR bagi Pekerja/Buruh Perusahaan, THR merupakan hak pekerja yang wajib dibayarkan penuh, bukan dicicil, dan tanpa potongan. THR juga harus diberikan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Lantas bagaimana jika ada perusahaan yang menunda atau bahkan tidak memberikan THR kepada karyawan?
Merujuk pada Pasal 10 dan 11 Permenaker 6/2016, ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan ketika terlambat atau tidak memberikan THR.
Pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda sebesar 5% dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. Perlu dicatat, THR harus diberikan maksimal 7 hari sebelum hari raya.
"Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh," bunyi Pasal 10 ayat (2) Permenaker 6/2016, dikutip pada Rabu (3/4/2024).
Denda yang dibayarkan oleh perusahaan akan dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian, bagi pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh akan dikenai sanksi administratif. Sanksi ini disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, sanksi administratif yang diberikan bisa berupa teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaham pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, atau pencabutan izin. (sap)