Foto udara anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Selasa (26/3/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencoba mengoptimalkan implementasi 2 beleid tentang perpajakan sektor migas untuk memaksimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) migas.
Kedua beleid itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) 53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan usaha Hulu Migas dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split dan PP 27/2017 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan PPh di Bidang Usaha Hulu Migas.
"Juga menyempurnakan regulasi, baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian, sehingga dapat memberikan kepastian hukum, perbaikan term and condition (fiskal) dan perizinan dalam perbaikan tata kelola industri hulu migas," tulis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Laporan Kinerja 2023, dikutip pada Kamis (28/3/2024).
Perlu dipahami, PNBP SDA migas berasal dari sejumlah sumber. Pertama, hasil penjualan lifting migas bagian negara yang juga menjadi sumber pendapatan daerah dalam penghitungan dana bagi hasil (DBH).
Kedua, PNBP lainnya yang terdiri dari domestic market obligation (DMO), denda, bonus produksi, transfer aset, pengembalian atas kelebihan pembayaran DMO fee, dan pengembalian sisa biaya operasional SKK Migas serta pendapatan lainnya dari kegiatan hulu migas.
Ketiga, PNBP dari badan layanan umum (BLU) Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).
Selain mengoptimalkan penerapan 2 PP perpajakan migas, ada strategi lain yang juga dijalankan pemerintah untuk menggenjot PNBP SDA migas.
Di antaranya, mengejar target lifting migas, penerapan kebijakan penetapan harga gas bumi tertentu berdasarkan paket kebijakan stimulus ekonomi, dan mengoptimalkan monitoring serta evaluasi dalam peningkatan produksi melalui enhanced oil recovery (EOR). (sap)