Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan bahwa penggunaan tarif efektif dalam penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 tidak menimbulkan tambahan beban pajak bagi wajib pajak.
Meski tarif efektif bulanan digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 pada periode Januari hingga November, PPh Pasal 21 tetap dihitung ulang menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh pada akhir tahun.
"Dapat disimpulkan bahwa pada akhir tahun, PPh Pasal 21 terutang tetap sama besarnya, antara saat berlakunya TER dan sebelum berlakunya TER. Dengan demikian, tidak ada tambahan pajak baru," tulis DJP di media sosial, Selasa (30/1/2024).
Contoh, Tuan R yang berstatus kawin tanpa tanggungan (K/0) memperoleh gaji Rp20 juta per bulan dan membayar iuran pensiun senilai Rp200.000 per bulan.
Dalam kasus ini, PPh Pasal 21 bulanan atas Tuan R dihitung menggunakan tarif efektif kategori A sebesar 9%. Dengan demikian, PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan adalah senilai Rp1,8 juta per bulan.
Pada Desember, penghasilan bruto Tuan R diketahui senilai Rp240 juta. Setelah dikurangi biaya jabatan senilai Rp500.000 per bulan dan iuran pensiun, diperoleh penghasilan neto Tuan R senilai Rp231,6 juta.
Setelah dikurangi PTKP (K/0) senilai Rp58,5 juta, penghasilan kena pajak Tuan R diketahui senilai Rp173,1 juta. Adapun PPh Pasal 21 terutang Tuan R dalam setahun adalah senilai Rp19.965.000.
Mengingat PPh Pasal 21 yang sudah dipotong pada Januari hingga November adalah senilai Rp19,8 juta per bulan, PPh Pasal 21 yang masih harus dibayar pada Desember adalah senilai Rp19.965.000 - Rp19.800.000 = Rp165.000.
"Kondisi ini menunjukkan total PPh Pasal 21 terutang selama setahun tetap sama antara sebelum menggunakan TER dan pada saat diberlakukan TER," tulis DJP. (rig)