Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – DDTC Indonesian Tax Manual (DDTC ITM) telah diperbarui dengan konten yang lebih lengkap dan terkini seiring dengan diterbitkannya berbagai peraturan baru oleh pemerintah.
DDTC ITM merupakan rangkuman peraturan perpajakan Indonesia yang diperbarui dua minggu sekali dalam platform Perpajakan DDTC. Hingga Kamis (11/1/2024), DDTC ITM memiliki sebanyak 13 bab dan lebih dari 90 subbab. Masyarakat dapat mengakses DDTC ITM secara gratis di https://www.perpajakan.ddtc.co.id/publikasi/tax-manual/.
Berikut beberapa peraturan baru yang sudah tercantum ke dalam DDTC ITM:
Pertama, penelitian ulang di bidang kepabeanan (Bab 9 Subbab A.2 DDTC ITM). Berdasarkan PMK 78/2023, dirjen bea dan cukai berwenang melaksanakan penelitian ulang terhadap pemberitahuan pabean impor (PPI) dan pemberitahuan pabean ekspor (PPE) yang telah lebih dari 30 hari terhitung sejak tanggal pendaftaran.
Penelitian ulang tersebut dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran PPI dan PPE.
Kedua, tata cara penilaian untuk tujuan perpajakan (Bab 2 Subbab G DDTC ITM). Sesuai dengan PMK 79/2023, DJP dapat melakukan penilaian untuk menentukan nilai objek pajak bumi dan bangunan dalam rangka penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) serta nilai harta berwujud, harta tak berwujud, dan bisnis.
Penilaian tersebut berdasarkan standar penilaian dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuan di sini bukan sebagai panduan untuk wajib pajak. Wajib pajak berhak menghitung pajak secara mandiri (dalam melakukan penilaian merekrut kantor jasa penilaian publik (KJPP)). Setelahnya, DJP akan melakukan pengujian atas hasil perhitungan tersebut.
Ketiga, tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) (Bab 2 Subbab F.2 DDTC ITM). PMK 80/2023 mengatur simplifikasi pengaturan SKP dan STP menjadi 1 PMK, termasuk SKP dan STP pajak bumi dan bangunan (PBB).
Selain itu, SKP dan STP terkait dengan bea meterai dan pajak karbon (yang pada peraturan sebelumnya belum ada) juga masuk dalam ketentuan PMK 80/2023.
Keempat, kewajiban Penyelenggaraan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), termasuk e-commerce, untuk bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai (Bab 9 Subbab D.2 DDTC ITM). PMK 96/2023 menetapkan kewajiban tersebut apabila transaksi impor PPMSE mencapai lebih dari 1.000 barang kiriman.
Dengan kemitraan, PPMSE harus melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE.Â
Kelima, PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun (Bab 10 Subbab P DDTC ITM). Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 120/2023, PPN yang terutang atas penyerahan ini adalah yang memenuhi persyaratan ditanggung oleh pemerintah untuk tahun anggaran 2023.
Terdapat 2 persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan insentif tersebut, yaitu harga jual paling banyak Rp5 miliar; dan rumah tapak baru atau satuan rumah susun baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni.
Keenam, ketentuan tentang mitra utama (MITA) kepabeanan (Bab 9 Subbab D.4.1 DDTC ITM). PMK 128/2023 menyatakan direktur atas nama Dirjen Bea dan Cukai bisa menetapkan importir dan/atau eksportir sebagai MITA kepabeanan.
Importir dan/atau eksportir yang telah ditetapkan sebagai MITA kepabeanan bakal mendapatkan 4 pelayanan khusus. Penetapan ini dilakukan sepanjang importir dan/atau eksportir telah memenuhi sejumlah persyaratan di bidang kepabeanan dan di bidang perpajakan.
Ketujuh, ketentuan tentang Authorized Economic Operator (AEO) (Bab 9 Subbab D.4.2 DDTC ITM). PMK 137/2023 memperbarui ketentuan mengenai AEO agar sesuai dengan best practice internasional.
Terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi untuk dapat ditetapkan sebagai AEO. Nantinya, AEO akan dilakukan monitoring dan evaluasi (monev).
Kedelapan, barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) (Bab 9 Subbab D.3 DDTC ITM). PMK 141/2023 memberikan fasilitas kepabeanan bagi PMI, termasuk pembebasan bea masuk untuk barang kiriman hingga nilai tertentu.
Kesembilan, pengurangan PBB (Bab 10 Subbab Q DDTC ITM). PMK 129/2023 melakukan penyesuaian ketentuan tentang pemberian pengurangan PBB untuk sektor tertentu (PBB-P5L).
Pengurangan PBB salah satunya dapat diberikan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak, yaitu objek pajak dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran PBB.
Kesepuluh, jadwal implementasi penuh NPWP menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK) diundur (Bab 2 Subbab B DDTC ITM). Penundaan ini tertuang dalam PMK 136/2023 yang awalnya terhitung sejak 1 Januari 2024 berubah menjadi 1 Juli 2024.
Aktivasi NIK sebagai NPWP dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu aktivasi melalui permohonan wajib pajak atau aktivasi secara jabatan yang dilakukan oleh DJP.
Sebagai komitmen untuk membantu wajib pajak, DDTC ITM akan selalu diperbarui secara berkala sehingga selalu sesuai dengan perkembangan peraturan perpajakan terkini di Indonesia.
DDTC ITM juga diharapkan dapat menjadi referensi yang terpercaya bagi semua pihak yang ingin memahami dan mengikuti berbagai peraturan dan ketentuan perpajakan di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai pembaruan peraturan perpajakan di atas, kunjungi DDTC ITM melalui tautan: https://perpajakan.ddtc.co.id/publikasi/tax-manual. Anda juga bisa menghubungi DDTC melalui nomor WhatsApp 0813-8080-4136 atau email [email protected]. (rig)