KILAS BALIK 2023

Ramai Soal Pajak Natura, Ini Rangkuman Isu Perpajakan di Januari 2023

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 28 Desember 2023 | 10.45 WIB
Ramai Soal Pajak Natura, Ini Rangkuman Isu Perpajakan di Januari 2023

Kilas Balik Januari 2023.

JAKARTA, DDTCNews - Topik mengenai pemotongan pajak atas natura dan/atau kenikmatan menjadi salah satu isu yang santer dibicarakan pada Januari 2023.

Kala itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan baru akan diberlakukan pada semester II/2023. Sementara pada semester I/2023, DJP masih berfokus pada pelaksanaan sosialisasi terlebih dulu.

"Kita harapkan mungkin semester ll/2023 kita baru memulai pemotongan, supaya agak tenang menceritakan kepada masyarakat. Antara 3 sampai 6 bulan," ujar Suryo.

Ketentuan mengenai pajak atas natura dan/atau kenikmatan tertuang dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan PP 55/2022. Namun, saat itu DJP masih menyusun rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) yang memerinci ketentuan pemotongan pajak sekaligus daftar natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh.

Mengingat ketentuan teknis terkait pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan masih belum tersedia, wajib pajak karyawan penerima natura dan/atau kenikmatan wajib menghitung dan membayar sendiri PPh yang terutang atas natura dan/atau kenikmatan yang diterimanya.

Ketentuan ini berlaku atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima pegawai pada tahun pajak 2022. Bila ketentuan teknis dalam bentuk PMK sudah tersedia, pemberi kerja wajib melakukan pemotongan PPh atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diberikan kepada karyawan.

Selain pemungutan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, ada pula peristiwa mengenai dampak terbitnya peraturan pengganti undang-undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja, validasi NIK dan NPWP, tarif efektif PPh Pasal 21, pembaruan aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21-26, fitur pelaporan penyusutan dan amortisasi, serta instrumen antipenghindaran pajak.

Berikut daftar peristiwa, isu, serta kebijakan yang muncul sepanjang Januari 2023.

Dampak Terbitnya Perpu 2/2022 Terhadap Ketentuan Pajak

Penetapan Perpu 2/2022 turut berdampak terhadap ketentuan perpajakan. Merujuk pada Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113 Perpu 2/2022 yang masing-masing merevisi UU PPh, UU PPN, dan UU KUP, tampak bahwa pasal-pasal yang sudah direvisi melalui UU 7/2021 tidak direvisi lagi melalui Perpu 2/2022.

Validasi NIK dan NPWP

Kewajiban untuk mengaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) berlaku bagi semua wajib pajak orang pribadi penduduk yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

Apabila aktivasi tidak dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak maka aktivasi NIK dapat dilakukan oleh DJP secara jabatan. Merujuk penjelasan Pasal 2 ayat (1) PP 50/2022, syarat subjektif terpenuhi apabila orang tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan tentang subjek pajak.

Sementara itu, syarat objektif terpenuhi apabila subjek pajak telah menerima penghasilan ataupun diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan pajak sesuai dengan UU PPh.

Dalam hal DJP mendapatkan informasi yang menunjukkan bahwa persyaratan subjektif dan objektif wajib pajak telah terpenuhi, DJP dapat melakukan aktivasi NIK secara sepihak tanpa perlu menunggu adanya permohonan dari wajib pajak.

Tarif Efektif PPh Pasal 21

Pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan dari Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan. Rencananya, RPP tersebut akan memuat ketentuan penetapan tarif efektif rata-rata pemotongan PPh Pasal 21.

Dirjen pajak mengatakan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif akan memudahkan pemotong pajak lantaran mekanismenya lebih sederhana dibandingkan dengan skema pemotongan PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini.

Suryo Utomo menuturkan terdapat setidaknya 400 skenario pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini. Kondisi tersebut pun kerap menimbulkan kebingungan dan memberatkan wajib pajak.

Saat itu, lanjutnya, pemerintah masih mendesain tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21. Mekanisme penerapan tarif efektif yang direncanakan ialah mengalikan tarif efektif tersebut dengan penghasilan bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir.

Instrumen Antipenghindaran Pajak

Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 turut memuat ketentuan terkait dengan benchmarking dan penerapan prinsip substance over form, serta instrumen untuk mengatasi praktik penghindaran pajak lainnya.

Adapun instrumen antipenghindaran pajak disiapkan guna mencegah tergerusnya basis pajak akibat praktik base erosion and profit shifting (BEPS). Perincian ketentuan mengenai instrumen antipenghindaran pajak yang tercantum dalam PP 55/2022 masih akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri keuangan (PMK).

Sebagai informasi, terdapat beberapa instrumen antipenghindaran pajak yang tertuang dalam PP 55/2022 antara lain mengenai pembatasan biaya pinjaman dan pengaturan controlled foreign company (CFC).

Kemudian, pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, penanganan skema special purpose company, penanganan hybrid mismatch arrangement, benchmarking, dan penerapan prinsip substance over form.

Pembaruan Aplikasi e-SPT

DJP memperbarui aplikasi e-SPT Masa PPH Pasal 21-26.  Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 versi 2.5.0.0 ini dirilis untuk mengakomodasi tarif dan lapisan penghasilan kena pajak baru bagi wajib pajak orang pribadi sebagaimana telah diatur dalam UU HPP.

Untuk pengguna yang telah menginstal aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 versi 2.4.0.0 sebelumnya maka cukup instal file patch update versi 2.5.0.0 yang tersedia.

Sementara itu, bagi yang belum pernah menginstal aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21-26, wajib pajak perlu menginstal aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 21-26 versi 2.4.0.0 terlebih dahulu kemudian melakukan update menggunakan patch yang terlampir pada laman DJP.

Fitur Pelaporan Penyusutan dan Amortisasi

Otoritas pajak menyediakan fitur layanan Pelaporan Penyusutan & Amortisasi dalam situs web DJP Online. Fitur itu tersedia pada menu Layanan pada DJP Online. Untuk memunculkan fitur tersebut, wajib pajak perlu mengaktifkan terlebih dahulu melalui bagian Aktivasi Fitur pada menu Profil DJP Online.

Dalam fitur tersebut, tersedia pilihan 2 jenis pemberitahuan masa manfaat aset. Pertama, jenis pemberitahuan untuk harta berwujud bangunan permanen. Kedua, jenis pemberitahuan untuk harta tak berwujud.

Adapun kolom yang disediakan dalam pemberitahuan harta berwujud bangunan permanen antara lain kode bangunan, nama harta, tanggal perolehan (sebelum tahun pajak 2022), nilai perolehan, masa manfaat (minimal 20 tahun), lokasi bangunan, serta keterangan. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Fahrudin
baru saja
yg buat rame adalah aturan pilih kasih karyawan swasta yg ikut andil tempat kerjanya bayar pajak...dibedakan dgn pns yg menerima natura dgn alasan dr apbn/apbd dan anggaran desa.... enakan jadi pns...ini yg membuat kaum lebih suka kerja sbg p ns.....kan aturan2 memalukan