ADMINISTRASI PAJAK

Terlibat Jual Beli Tanah, Istri Wajib Punya NPWP Terpisah dari Suami?

Redaksi DDTCNews
Senin, 21 Agustus 2023 | 10.07 WIB
Terlibat Jual Beli Tanah, Istri Wajib Punya NPWP Terpisah dari Suami?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan ketentuan kepemilikan nomor pokok wajib pajak (NPWP) saat melakukan transaksi ekonomi, salah satunya jual beli rumah. 

Dalam pemenuhan hak dan kewajiban sehubungan dengan PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengingakatn jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, orang pribadi atau badan wajib memiliki NPWP. Ketentuan tersebut juga berlaku bagi seorang istri yang NPWP-nya digabung dengan suaminya. 

"[Kewajiban memiliki NPWP] ... kecuali orang pribadi yang penghasilannya di bawah PTKP dan subjek pajak luar negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap (BUT). Jika NPWP istri gabung dengan suami, maka dapat menggunakan NPWP suami," jawab contact center DJP menjawab pertanyaan netizen, dikutip pada Senin (21/8/2023). 

Perlu diketahui, dalam sistem perpajakan di Indonesia, keluarga dianggap sebagai satu kesatuan ekonomi meskipun suami dan istri sama-sama memiliki penghasilan. Berdasarkan hal tersebut, apabila NPWP istri digabung dengan suami maka kewajiban perpajakan istri akan melebur ke suami.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB) merupakan salah satu objek yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) secara final. Secara umum, PPh atas PHTB dikenakan atas jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan (penjual) hak atas tanah dan/atau bangunan. 

Ketentuan PPh final atas PHTB ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP). Namun, aturan mengenai tarif, dasar pengenaan pajak (DPP), dan pihak yang melakukan pemotongan PPh final tercantum dalam aturan pelaksana, yaitu PP 34/2016 dan PMK 261/2016.

Mengacu pada Pasal 1 ayat (2) PP 34/2016 jo Pasal 1 ayat (4) PMK 261/2016, penghasilan dari PHTB dapat didefinisikan sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.

Dalam menghitung PPh terutang, wajib pajak dapat mengalikan besaran tarif dengan DPP-nya. Adapun besaran tarif PPh final PHTB berbeda-beda berdasarkan jenis kegiatan PHTB, bisa dicek di PMK 261/2016. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.