Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dua tahun lagi, pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil listrik bisa mencapai 0%. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (24/10/2019).
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM. Beleid ini berlaku dua tahun sejak diundangkan pada 16 Oktober 2019.
Dalam beleid tersebut, kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi plug-in hybrid electric vehicles, battery electric vehicles, atau fuel cell electric vehicles dikenai tarif PPnBM sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 0% dari harga jual.
Dengan demikian, PPnBM yang dikenakan menjadi sebesar 0%. Kendaraan bermotor yang dimaksud menggunakan konsumsi bahan bakar setara dengan lebih dari 28 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per kilometer.
Ketentuan pengenaan PPnBM itu berlaku untuk kelompok kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan menteri perindustrian dan setelah dikoordinasikan dengan menteri keuangan.
Pengenaan tarif 0% tersebut berlaku bagi pabrikan yang mengikuti program pemerintah terkait kendaraan yang rendah emisi. Sementara itu bagi kendaraan yang masih diimpor, pengenaan tarif PPnBM-nya pada kisaran 10% - 15%.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti rencana pemerintah untuk merevisi kembali Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi aturan teknis pelaksanaan pemberian insentif super tax deduction.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan tarif 0% bisa dinikmati asalkan pelaku usaha mengikuti program yang ditentukan Kementerian Perindustrian. Program tersebut seperti penggunaan local content hingga pembangunan infrastruktur mobil listrik.
Dengan mempertimbangkan detail program, pemerintah nantinya akan merinci DPP untuk memastikan tarif yang diberikan kepada mobil listrik. “Ada nanti detailnya. Itu nanti cara ngitungnya saja. Tapi ini terkait dengan persentase tarifnya saja.”
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pengenaan PPnBM yang bisa mencapai 0% sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengenaan PPnBM adalah tarif dengan rentang 10% hingga 200% dikalikan dengan DPP.
“Dan itu memang sesuai arah kebijakan memfasilitasi pengembangan dan penggunaan mobil listrik,” katanya.
Asisten Deputi Ketenagakerjaan Deputi IV Kemenko Perekonomian Yulius mengatakan pemerintah tengah mengevaluasi pemberlakuan PMK terkait pemberian insentif super tax deduction. Pemerintah juga meminta pendapat dan saran dari pihak industri.
Pasalnya, salah satu aspek yang sering mendapatkan kritikan adalah sektor usaha yang belum dimasukkan pada peraturan tersebut, seperti industri alas kaki. Pelaku usaha tersebut meminta sektor usahanya dimasukkan dalam daftar penerima insentif.
Setelah santer diberitakan adanya pembentukan Badan Penerimaan Pajak (BPP) sebagai konsekuensi pemisahan Ditjen Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hingga saat ini tidak ada perubahan struktur kelembagaan di tubuh otoritas fiskal.
“Tidak akan ada perubahan kelembagaan di Kemenkeu, termasuk itu [Ditjen Pajak],” ujarnya.(kaw)