JAKARTA, DDTCNews – Jika diadopsi di Indonesia, mandatory disclosure rule (MDR) harus dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menceritakan perencanaan pajak mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hal ini disampaikan oleh Managing Partner DDTC Darussalam dalam seminar bertajuk 'MDR: The Perfection of Indonesia Tax Regulation in Preventing Tax Avoidance’ pada hari ini, Selasa (9/10/2018). Menurutnya, penerapan kewajiban pengungkapan perencanan pajak jangan dilihat sebagai tambahan beban.
“Ini menjadi kesempatan bagi wajib pajak (WP) untuk menceritakan dan menyatakan kepada otoritas pajak tentangtax planning yang tidak melanggar aturan apapun,” jelasnya.
Menurutnya, implementasi MDR juga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, terutama WP. Apalagi, WP sudah menjelaskan perencanaan pajaknya di awal.
Kewajiban pengungkapan perancanaan pajak (MDR) menjadi bagian dari rekomendasi OECD dalam Aksi Base Erosion Profit Shifting (BEPS) Nomor 12. MDR dianggap sebagai sistem yang efektif dalam memperoleh informasi perencanaan pajak yang agresif.
Penerapan MDR, sambung Darussalam, mempunyai beberapa tujuan penting. Penerapan instrument ini bertujuanuntuk mendapatkan informasi awal atas potensi adanya skema penghindaran pajak yang agresif sebagai penilaian risiko (risk assessment).
Selain itu, MDR dapat digunakan untuk mengidentifikasi skema-skema yang dipergunakan, pengguna (penerima manfaat), dan promotor pajak di waktu yang tepat. MDR, sambungnya, juga menjadi pencegah, pengurang aktivitas promosi, dan penggunaan skema penghindaran pajak.
Menurutnya, ada tiga kondisi yang setidaknya mendorong perilaku perencanaan pajak yang agresif (aggressive tax planning). Pertama, hukum pajak yang rumit dan kompleks. Kedua, sistem self-assessment yang memiliki ekspektasi wajib pajak (WP) jujur menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajakan.
Ketiga, tidak terdapat suatu ketentuan yang mewajibkan WP dan promotor pajak (tax promotor) untuk mengungkapkan segala macam perencanaan pajaknya yang berimplikasi terhadap tergerusnya basis penerimaan pajak.
Pada saat yang bersamaan, ketersediaan data dan informasi mengenai kepatuhan dan perilaku WP menjadi aspek yang krusial dalam penanganan skema penghindaran pajak yang agresif. Untuk itu, otoritas pajak melengkapi informasi melalui upaya intelijen dan pengumpulan informasi yang berasal dari pihak ketiga. Salah satu data ini bisa didapatkan dari MDR.
Sejauh ini, beberapa negara telah menerapkan ketentuan MDR, seperti Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, Inggris, Portugal, dan Irlandia. Implementasinya dinilai berdampak positif untuk mengetahui pola perencanaan pajak dan celah hukum yang digunakan. (kaw)