BERITA PAJAK HARI INI

DJP Klaim Diskon PPh Kupon Obligasi Negara Untungkan RI

Redaksi DDTCNews
Selasa, 25 September 2018 | 09.11 WIB
DJP Klaim Diskon PPh Kupon Obligasi Negara Untungkan RI

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (25/9), kabar datang dari Ditjen Pajak yang menilai diskon pajak penghasilan (PPh) atas kupon obligasi negara dapat menguntungkan negara. Dengan insentif ini, diharapkan lebih banyak investor yang berminat untuk investasi obligasi negara.

Kabar selanjutnya masih dari Ditjen Pajak yang berencana mengubah tarif PPh atas dividen dana investasi infrastruktur (Dinfra) dan atas reksadana penyertaan terbatas (RDPT). Namun hingga saat ini rencana kebijakan tersebut masih dikaji di Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Kabar lainnya datang dari Ditjen Bea dan Cukai yang mencatat penerimaan negara dari cukai untuk cairan rokok elektrik (liquid vape) sebesar Rp30 miliar dari pungutan cukai sebesar 57% dari harga jual eceran (HJE).

Berikut ringkasannya:

  • Diskon PPh, Keuangan Negara Lebih Efisien:

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan dengan tarif pajak yang lebih rendah, tingkat imbal hasil yang diperoleh investor dari kupon juga meningkat, sehingga menjadi kekuatan untuk menarik investor. Tak hanya itu menurutnya pemangkasan tarif PPh ini bisa membuat keuangan negara lebih efisien, sebab pemerintah tak perlu lagi menawarkan kupon tinggi saat lelang obligasi.

  • PPh Dividen Dinfra dan RDPT Didiskon:

Dirjen Pajak Robert Pakpahan menjelaskan tarif PPh atas dividen Dinfra akan disamakan dengan tarif PPh atas dividen dari Dana Investasi Real Estat (Dire). Sedangkan tarif PPh dari RDPT akan disamakan dengan produk reksadana. Produk reksdana sendiri berlaku tarif PPh 5% atas kupon obligasi hingga tahun 2020. Setelah 2020, pemerintah akan memungut PPh senilai 10%.

  • Penerimaan Cukai Liquid Vape Sudah Rp30 Miliar:

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan penerimaan objek cukai dari sektor liquid vape cukup baik meski secara nominal masih sangat kecil dibanding dengan cukai rokok konvensional. Walaupun masih dalam tahap transisi hingga akhir September 2018, dia menilai penerimaan Rp30 miliar sudah cukup baik. Pasca transisi, otoritas bea dan cukai kabarnya akan melakukan enforcement di lapangan bagi yang belum menyesuaikan.

  • Defisit Neraca Masih Kuat:

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal III 2018 masih belum menurun. Pemerintah telah melakukan beberapa hal untuk mengurangi defisit neraca CAD seperti membuat kebijakan yang mewajibkan mencampur bahan bakar diesel dengan bio etanol dengan porsi sebesar 20% (B20), kemudian juga menaikkan tarif PPh impor untuk sejumlah barang konsumsi.

  • Manufaktur Tumbuh 5% pada 2019:

Pemerintah masih optimis pertumbuhan manufaktur bisa tembus 5% pada 2019. Pasalnya pemerintah telah mengabulkan berbagai permintaan insentif pajak seperti tax allowance, super deduction tax bagi perusahaan yang mengembangkan riset dan pengembangan serta kebijakan fiskal lainnya yang memproteksi industri dalam negeri. Namun jika masih tetap gagal, pemerintah memprediksi implikasinya akan terjadi adalah hambatan dalam penciptaan lapangan kerja. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.