RUU KUP

Pakar: Ditjen Pajak Harus Jadi Lembaga Semi Independen

Redaksi DDTCNews
Kamis, 05 Oktober 2017 | 18.09 WIB
Pakar: Ditjen Pajak Harus Jadi Lembaga Semi Independen
Pakar Perpajakan Darussalam (ujung kanan) bersama sejumlah pakar lain membahas RUU KUP di Gedung DPR RI, Kamis (5/10). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah pakar dan pengamat perpajakan memberikan masukan dan pandangannya terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) kepada Komisi XI DPR RI. Para pakar tersebut adalah Darussalam, Yustinus Prastowo, Hadi Purnomo, dan perwakilan dari PWC.

Terkait dengan rencana pemisahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Kementerian Keuangan, pakar pajak Darussalam mengatakan Ditjen Pajak sudah seharusnya menjadi lembaga yang semi independen, namun tetap harus berkoordinasi dengan kementerian keuangan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 95 ayat (4) RUU KUP. Lebih lanjut, Darussalam mengusulkan agar nantinya lembaga dipimpin secara kolektif.

“Pimpinan lembaga ini nantinya harus bersifat sama seperti Board of Director (BOD), contohnya seperti di Hong Kong yang memiliki pimpinan lembaga pajak secara kolektif berjumlah 5 orang, Malaysia 7 orang dan Singapura 9 orang. Ini penting sebagai representasi dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pajak,” katanya di Gedung DPR RI, Kamis (5/10).

Darussalam juga menekankan tentang kedudukan komite pengawas perpajakan yang harus jelas dalam RUU KUP ini. Menurutnya, kedudukan Komite pengawas harus sejajar dengan lembaga pajak karena antara yang diawasi dan yang mengawasi harus sejajar kedudukannya dan komite ini merupakan representasi dari wajib pajak.

Satu hal yang penting yang kurang dipaparkan dalam RUU KUP, lanjutnya, terkait dengan sistem self assessment, dimana lembaga pajak harus menganut asas saling terbuka. Artinya ke depan segala sesuatu yang menyangkut dengan kebijakan subjek, objek, dan tarif pajak harus melibatkan partisipasi masyarakat dan seyogyanya juga kebijakan pajak bersifat jangka panjang.

“Jangan sampai ke depannya wajib pajak dikagetkan dengan kebijakan jangka pendek yang hanya bertujuan untuk mengejar target semata,” pungkasnya.

Darussalam juga menyoroti terkait dengan penamaan undang-undang ini apakah menggunakan kata perpajakan atau pajak. Pasalnya jika mengacu pada Nota Keuangan dan UU APBN, istilah perpajakan mencakup seluruh jenis pungutan yang yang dikelola oleh Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Kejelasan dalam penamaan undang-undang tersebut akan berpengaruh terhadap ruang lingkup dalam RUU KUP.

Terkait dengan data dan informasi, Darussalam mengusulkan agar setiap instansi pemerintah, lembaga asosiasi dan pihak tertentu harus diberi kewajiban untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada lembaga pajak secara otomatis dan periodik karena dengan sistem self assessment yang dianut oleh Indonesia, ketersedian data dan informasi menjadi kunci utama dalam melakukan pengawasan wajib pajak.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.