Komisioner Uni Eropa Paolo Gentiloni, Presiden Eurogrup Paschal Donohoe, Presiden Bank Dunia David Malpass, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Menkeu Amerika Serikat Janet Yellen, Sekjen OECD Mathias Cormann, dan para menteri keuangan G7 berfoto saat pertemuan di Lancaster House, London, Inggris, Sabtu (5/6/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Nicholls/Pool/HP/djo
LONDON, DDTCNews – Oxfam International berpendapat kesepakatan negara-negara G7 tentang pajak perusahaan minimum global masih belum mampu menciptakan keadilan.
Direktur Eksekutif Oxfam International Gabriela Bucher mengatakan tarif minimum global yang disepakati sebesar 15% masih kurang adil. Menurutnya, untuk menjamin keadilan dan mencegah praktik penghindaran pajak, perlu pengenaan tarif minimum global efektif sebesar 25%.
"Sudah saatnya kelompok ekonomi paling kuat di dunia memaksa perusahaan multinasional, termasuk raksasa teknologi dan farmasi, membayar pajak dengan adil," katanya, dikutip pada Senin (7/6/2021).
Bucher menjelaskan kesepakatan tarif minimum global sebesar 15% masih terlalu rendah sebagai jawaban atas berbagai tantangan dalam perpajakan internasional. Tarif sebesar 15% dinilai tidak akan signifikan menghentikan perlombaan penurunan tarif pajak perusahaan.
Selain itu, besaran tarif tersebut juga tidak efektif mengerem penggunaan yurisdiksi suaka pajak sebagai sarana melakukan penghindaran pajak perusahaan multinasional. Pasalnya, tarif minimum global 15% tidak jauh dari penetapan tarif pajak formal yang dimiliki Irlandia, Singapura dan Swiss.
"Menetapkan tarif pajak perusahaan minimum global hanya 15% terlalu rendah. Ini tidak banyak membantu mengakhiri perlombaan memangkas tarif ke bawah dan mengurangi meluasnya penggunaan negara surga pajak," ungkapnya.
Menurut Bucher, G7 telah gagal membantu banyak negara mengisi kembali pendapatan yang terkuras untuk menangani dampak pandemi Covid-19. Dia menilai tarif 15% merupakan standar rendah yang dengan mudah dapat dilampaui perusahaan multinasional.
"G7 memiliki kesempatan untuk berdiri di samping para pembayar pajak. Mereka malah memilih untuk berdiri di samping surga pajak," imbuhnya, seperti dilansir brusselstimes.com. (kaw)