Ilustrasi.
WELLINGTON, DDTCNews – Otoritas pajak Selandia Baru sedang mempertimbangkan perubahan perlakuan pajak terhadap cryptocurrency. Pasalnya, rezim pajak saat ini melihat bitcoin dan mata uang digital lainnya sebagai aset dan mengacu pada aturan pajak secara umum.
Dengan demikian, transaksi atau pemindahan tangan crypto di dalam negeri akan terutang goods and services tax (GST) dengan tarif 15%. Hal ini memunculkan masalah pajak berganda ketika transaksi tersebut kemudian juga dianggap sebagai penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh).
Di sisi lain, Inland Revenue Department (IRD) juga menyebut aturan yang ada saat ini sangat tidak menguntungkan. Oleh karenanya, departemen ini menyarankan untuk menghapus pengenaan GST atas cryptocurrency tetapi tetap mempertahankan pengenaan PPh.
"Karena sifatnya yang inovatif, cryptocurrency akan sering memiliki fitur yang berbeda untuk produk investasi yang berbeda. Ini berarti aturan pajak yang ada sulit untuk diterapkan dan menimbulkan biaya kepatuhan yang sangat tinggi,” demikian kutipan pernyataan otoritas pajak selandia Baru dalam press releasenya, Senin (24/2/2020).
Lebih lanjut, IRD menjabarkan apabila tidak disusun kebijakan yang secara khusus mengatur cryptocurrency maka dapat pula menimbulkan beban pajak berlebihan dibandingkan dengan alternatif produk investasi lainnya.
Untuk itu, tujuan utama dari perubahan ini adalah agar cryptocurrency memiliki perlakuan pajak yang sama dengan produk investasi lain atau jenis aset lain yang serupa dengan aset digital. Saat ini IRD juga tengah mempertimbangkan perlakuan pajak yang berbeda untuk setiap jenis token tergantung pada penggunanya.
Misalnya, token yang digunakan sebagai mata uang atau saham dibebaskan dari GST, tetapi untuk penggunaan lain dikenakan. Namun, saat ini terdapat ribuan jenis token, sehingga IRD mengatakan mungkin akan dibuat batasan praktis untuk klasifikasi potensi cryptocurrency.
"Keuntungan dari pendekatan ini adalah akan memberikan perlakuan pajak netral untuk aset crypto yang menyerupai produk keuangan yang ada seperti mata uang atau saham. Tampaknya ada kondisi tertentu untuk mengecualikan sebagian besar jenis aset crypto dari GST dengan mengembangkan definisi crypto,” jelas IRD.
Otoritas perpajakan menyarankan pemberlakuan pajak atas beberapa jenis token secara berbeda. Misalnya, jika token dianggap sebagai saham tetapi tidak memberikan bunga pada perusahaan asing atau kemitraan akan dikenakan pajak yang berbeda dengan investasi ekuitas asing lainnya.
"Aturan GST saat ini memberikan perlakuan dan variabel yang tidak pasti investasi dalam aset crypto sehingga kurang menarik dibandingkan dengan uang konvensional atau aset keuangan lainnya," ujar otoritas pajak Selandia Baru, seperti dilansir coindesk.com. (kaw)