Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melambaikan tangan saat menjalani isolasi di rumah dinasnya di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (3/12/2020). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan ketentuan baru mengenai penghitungan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas rumah susun (rusun) melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 111/2020. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan ketentuan baru mengenai penghitungan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas rumah susun (rusun) melalui Peraturan Gubernur (Pergub) No. 111/2020.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta mengungkapkan PBB rusun perlu diatur untuk memudahkan pengembang memecah unit rusun yang beralih ke pembeli sekaligus memberi kepastian hukum bagi pembeli dalam membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
"Untuk memberikan rasa keadilan dan kemudahan bagi wajib pajak atas pemenuhan persyaratan administrasi perpajakan daerah dan optimalisasi PBB atas rusun, Pergub No. 77/2014 ... perlu diganti," bunyi bagian pertimbangan Pergub No. 111/2020, seperti dikutip Jumat (18/12/2020).
Pada pergub terbaru, Pemprov DKI Jakarta mendefinisikan rumah susun sebagai bangunan gedung bertingkat yang terbagi dalam bagian yang terstruktur secara fungsional baik horizontal maupun vertikal yang masing-masing unitnya dapat digunakan terpisah untuk hunian atau bukan hunian.
Tidak ada lagi istilah-istilah seperti rumah susun negara, rumah susun umum, rumah susun komersial, dan rumah susun khusus seperti pergub sebelumnya. Pada pergub terbaru, hanya terdapat dua jenis rumah susun, yakni rumah susun hunian dan bukan hunian.
Pada pergub terbaru, pemecahan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) PBB rusun dapat dilakukan berdasarkan kepemilikan, penguasaan, atau pemanfaatan. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, pemecahan SPPT PBB hanya dapat dilakukan berdasar kepemilikan atau penghunian.
Pasal 13 Pergub No. 77/2014 tersebut menyebut ketentuan yang memberikan kewenangan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan penilaian ulang atas NJOP.
Rumah susun yang dinilai ulang nilai jual objek pajak (NJOP)-nya adalah rumah susun telah dilakukan pemecahan SPPT PBB terlebih dahulu sebelum mendapatkan pengesahan pertelaan dari gubernur. Penilaian ulang NJOP akan dilakukan setelah pertelaan disahkan.
Adapun yang dimaksud dengan pertelaan adalah perincian penunjukan batas vertikal dan horizontal masing-masing satuan rusun termasuk bagian bersama dan nilai perbandingan proporsional (NPP) yang dibuat oleh pelaku pembangunan dalam pengesahan pemisahan rusun atau satuan rusun.
Besaran NJOP sebagai dasar pengenaan PBB ditentukan berdasarkan penjumlahan besaran NJOP bumi, besaran NJOP bangunan, besaran NJOP bumi bersama, dan besaran NJOP bangunan bersama.
NJOP bumi dihitung berdasarkan pengalian luas tanah/bumi (LT) dengan NJOP bumi per meter persegi. LT adalah luas tanah asli (LTA) sebagaimana tertuang dalam sertifikat hak tanah dikurangi luas tanah terbangun sementara (LTS). Adapun LTS adalah LTA yang telah terbangun.
Selanjutnya, NJOP bangunan dihitung dengan mengalikan luas bangunan efektif (LBE) dengan NJOP bangunan per meter persegi. Adapun yang dimaksud dengan LBE adalah total luas keseluruhan satuan rusun.
NJOP bumi bersama dihitung dengan mengalikan luas tanah/bumi bersama (LTB) dengan NJOP bumi per meter persegi. LTB pada rusun yang pertelaannya telah disahkan oleh gubernur adalah sama dengan LTA.
Apabila rusun belum dilakukan pertelaan atau pertelaannya belum mendapatkan pengesahan gubernur, maka yang digunakan adalah LTS. Terakhir, besaran NJOP bangunan bersama diperoleh dengan mengalikan luas bangunan bersama (LBB) dengan NJOP bangunan per meter persegi.
LBB adalah selisih antara luas bangunan kotor (LBK) dengan LBE. Adapun yang dimaksud dengan LBK adalah total luas keseluruhan bangunan termasuk benda bersama dan bagian bersama. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.