Ilustrasi. Suasana Plaza Selatan Monumen Nasional (Monas) tampak dari ketinggian di gedung Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Rabu (5/8/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan tiga kebijakan perihal perpajakan untuk Pemprov DKI Jakarta dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan.
Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK Aida Ratna Zulaiha mengatakan tiga poin yang diusulkan tersebut antara lain keringanan pajak dan penghapusan piutang pajak, optimalisasi pajak, dan perluasan tax clearance system.
Dari ketiga kebijakan tersebut, lanjutnya, pelaksanaan kebijakan keringanan pajak dan penghapusan piutang pajak perlu terlebih dahulu dilakukan evaluasi peraturan daerah oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Termasuk tumpang-tindih beberapa produk hukum, seperti peraturan daerah, peraturan gubernur, dan surat edaran. Ini perlu untuk menghindari kemungkinan fraud atau conflict of interest," katanya, dikutip Kamis (13/8/2020).
Aida menyadari keringanan pajak dibutuhkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Meski begitu, ia berharap pemberian keringanan pajak tepat sasaran, tidak memihak pada kepentingan tertentu, dan harus berdasarkan kajian yang memadai.
"Apabila penuh risiko, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta menghindari memberi keringanan pajak," tutur Aida.
Guna mengoptimalkan penerimaan pajak, pemprov juga didorong untuk menggencarkan sosialisasi kepada asosiasi pengusaha, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan stakeholder lainnya yang terkait.
Terkait dengan piutang pajak, pemprov diminta menjalin kerja sama dengan Kejaksaan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kanwil Ditjen Pajak (DJP) setempat ataupun pihak terkait lainnya.
Dalam hal tax clearance, KPK meminta pemprov untuk memperluas implementasi sistem tax clearance sehingga dapat mencakup seluruh jenis pajak baik untuk wajib pajak orang pribadi maupun badan.
Sistem elektronik tax clearance harus terintegrasi dan berbasis nomor induk kependudukan (NIK), nomor objek pajak (NOP), atau lainnya untuk diintegrasikan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Selain soal pajak, KPK juga meminta pemprov mengintegrasikan seluruh data yang ada mulai dari barang milik daerah (BMD), surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT), hingga pajak daerah.
“Selanjutnya, pengadaan barang dan jasa di Pemprov DKI Jakarta yang tidak terkait dengan Covid-19 harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” sebut Aida dikutip dari validnews.
Lalu, KPK juga meminta pemprov mempercepat upaya sertifikasi aset. Hal ini dikarenakan, pencatatan dan sertifikasi aset yang tidak rapi cenderung menyebabkan timbulnya sengketa atas aset dan tumpang tindihnya aset-aset yang ada. (rig)