KEBIJAKAN FISKAL

Beri Insentif Fiskal, Sri Mulyani Pakai Paradigma Baru

Dian Kurniati | Kamis, 01 April 2021 | 16:03 WIB
Beri Insentif Fiskal, Sri Mulyani Pakai Paradigma Baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menggunakan paradigma baru dalam pemberian insentif fiskal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan paradigma tersebut terdiri atas dua aspek. Pertama, simplicity & certainty. Aspek ini menyangkut penyederhanaan prosedur serta kepastian akan hak dan kewajiban wajib pajak.

Kedua, trust & verify. Aspek ini menyangkut pemberian kepercayaan lebih besar kepada wajib pajak dalam proses pengajuan fasilitas serta verifikasi dalam rangka pengawasan (post audit). Keduanya ditujukan agar pemberian fasilitas tepat sasaran serta lebih menarik.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

“Memang pajak harus di-collect. Collection-nya harus pasti, efisien, dan simpel. Kita mempercayai wajib pajak tapi nanti kita verify. Jadi semuanya memberikan suatu ruangan bagi dunia usaha untuk berkembang. Namun, kita sama-sama responsible,” ujarnya dalam sebuah webinar, Kamis (1/4/2021).

Sri Mulyani menyebut paradigma atau rezim kerja tersebut berbeda sama sekali dari sebelumnya. Hal tersebut juga sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo, terutama terkait dengan kepastian pada dunia usaha.

Pemerintah, sambungnya, telah menyiapkan berbagai insentif untuk menarik lebih banyak investasi, seperti tax holiday, tax allowance, investment allowance, dan supertax deduction. Menurutnya, proses pengajuan insentif tersebut sudah jauh lebih mudah serta berkepastian.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Secara bersamaan, pemerintah juga memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada wajib pajak dalam pengajuan insentif. Oleh karena itu, DJP akan menjalankan pengawasan untuk memastikan pemanfaatannya sudah tepat.

Salah satu contoh kebijakan yang dinilai akan tepat sasaran adalah pengecualian dividen dari objek pajak penghasilan (PPh). Dengan syarat investasi, kebijakan pajak tersebut diharapkan mampu menambah arus modal ke Indonesia.

“Kami sampaikan, kalau kamu dividennya ditanam lagi, saya enggak akan sentuh pajaknya. Ini supaya dia menciptakan lagi lapangan kerja," imbuh Sri Mulyani.

Baca Juga:
Gara-Gara Insentif Pajak Mobil Listrik, AS Digugat China ke WTO

Sebagai informasi, dalam webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021) tersebut, hadir pula Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memberikan opening speech.

Pada sesi diskusi, ada tiga narasumber yang hadir. Mereka adalah Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, Managing Partner DDTC Darussalam, serta Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani.

Acara ini diadakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama PP KAFEGAMA, KAFEGAMA DIY, ISEI Yogyakarta, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Kadin Indonesia. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

01 April 2021 | 18:08 WIB

Melalui paradigma ini, sangat diharapkan kedepannya dapat membangun sikap kooperatif bagi kedua belah pihak, baik DJP maupun wajib pajak untuk menciptakan atmosfer dunia perpajakan yang lebih warm dan memberikan benefit, terlepas dari dinamika dan ritme aturan perpajakan yang terus bergerak dinamis.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:00 WIB SENGKETA PAJAK

Gara-Gara Insentif Pajak Mobil Listrik, AS Digugat China ke WTO

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

BERITA PILIHAN