MENGETAHUI angka-angka yang sering disajikan dalam berbagai proyeksi perekonomian memang penting. Namun, untuk pelaku ekonomi, pemahaman berbagai agenda yang kemungkinan terjadi juga tidak kalah pentingnya. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks pajak.
Dalam Fokus Akhir Tahun kali ini, DDTCNews mengambil tema Bergegas di Tengah Perubahan Dunia Pajak. DDTCNews ingin memberikan gambaran outlook pajak di Indonesia pada 2023, tanpa menghilangkan konteks situasi global yang turut berpengaruh.
Secara singkat, di tengah ketidakpastian ekonomi, lanskap pajak terus bergerak dinamis. Terjadinya pandemi Covid-19 juga turut memengaruhi keputusan yang diambil pemangku kebijakan, baik dalam tataran regulasi maupun sistem administrasi perpajakan. Contohnya, digitalisasi dalam proses bisnis.
Di Indonesia, ada sejumlah pekerjaan rumah pemerintah pada 2023. Pertama, digitalisasi administrasi perpajakan. Hal ini menyangkut pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP). Tahapan proses pada tahun depan menjadi penentu sebelum diimplementasikan pada 2024.
Masih terkait dengan digitalisasi administrasi perpajakan, ada penguatan compliance risk management (CRM) dan business intelligence yang terus dilakukan pada 2023. Terlebih, keduanya mengambil peran krusial dalam coretax system.
Kedua, implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam konteks ini, penerbitan dan implementasi aturan turunan harus dilakukan. Wajib pajak juga perlu kepastian terkait dengan beberapa kebijakan, termasuk fasilitas PPN, PPh atas natura, penunjukkan pihak ketiga, dan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, baik pemerintah maupun wajib pajak juga akan masuk dalam masa transisi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Segala urusan administrasi harus sudah selesai pada 2023 sebelum implementasi penuh pada 2024.
Masih terkait dengan UU HPP, kepastian mengenai pajak karbon dan ekstensifikasi cukai juga perlu diberikan. Terkait dengan pajak karbon, selain dari aspek kebijakan dan administrasi pajak, pemerintah perlu bergegas mempersiapkan pasar karbon.
Ketiga, implementasi UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga perlu bergegas karena penyesuaian perda pajak dan retribusi daerah harus dilakukan sebelum 5 Januari 2024.
Selain itu, ada agenda penyusunan target penerimaan pajak yang mencerminkan potensi, perumusan skema insentif fiskal, serta persiapan administrasi pajak daerah yang berlandaskan pada ketentuan umum dan tata cara perpajakan daerah sebagaimana amanat dari UU HKPD
Keempat, antisipasi perkembangan konsensus global. Pada 2023, pemerintah juga perlu mempersiapkan langkah-langkah antisipatif terkait dengan perkembangan pencapaian kesepakatan solusi 2 pilar OECD/G-20, termasuk dampak dari pajak minimum global terhadap rezim pemberian insentif pajak.
Bagi pemerintah, sejumlah agenda tersebut harus dapat diselesaikan dengan baik pada 2023. Ada beberapa agenda yang berdampak secara langsung terhadap kinerja penerimaan. Namun, ada pula pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memberikan kepastian jangka panjang.
Penyelesaian terhadap berbagai pekerjaan rumah tersebut juga penting bagi wajib pajak. Selain perlu berpartisipasi memberikan masukan, wajib pajak dapat bersiap-siap dengan berbagai perubahan.
Dalam Fokus Akhir Tahun kali ini, DDTCNews membagi topik ke dalam beberapa edisi yang akan terbit 2 kali seminggu (Selasa dan Kamis). DDTCNews juga akan menyajikan hasil wawancara dengan berbagai narasumber yang kredibel memberikan penjelasan kepada publik. Pada edisi perdana, DDTCNews menyajikan hasil wawancara dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Selamat membaca!