KAMUS DEFINISI PAJAK

Berbagai Definisi Pajak, Simak di Sini

Redaksi DDTCNews
Minggu, 05 April 2020 | 14.03 WIB
Berbagai Definisi Pajak, Simak di Sini

KITA semua pasti sudah merasakan manfaatnya pajak, tetapi kita mungkin belum tahu apa yang dimaksud dengan pajak itu sendiri. Seperti peribahasa “Tak kenal maka tak sayang”, untuk itu disajikan berbagai definisi pajak yang diberikan oleh institusi dan ahli sebagai berikut.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)

Pajak adalah pembayaran wajib tanpa adanya imbalan kepada pemerintah. Pajak tanpa adanya imbalan berarti manfaat yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak umumnya tidak prporsional terhadap pembayaran mereka (OECD, 2016).

Pajak adalah sejumlah uang wajib tanpa imbalan yang dapat diterima oleh unit pemerintah dari unit institusi (IMF, 2014).

Pajak adalah kontribusi wajib untuk dukungan pemerintah yang dipungut atas orang, properti, penghasilan, komoditas, transaksi dll. saat ini dengan tarif tetap yang sebagian besar proporsional dengan jumlah, di mana kontribusi tersebut dipungut atasnya (Oxford English Dictionary, Onions 1992, sebagaimana dikutip oleh Gitte Heij dalam Asia pacific Tax Bulletin, 2001).

Pajak adalah transfer uang secara wajib (atau kadang-kadang barang dan jasa) dari orang pribadi, institusi, atau kelompok kepada pemerintah. Pajak dapat dikenakan atas kekayaan atau penghasilan atau dalam bentuk biaya tambahan (surcharge) atas harga (Penguin Dictionary of Economics, 1972, sebagaimana dikutip oleh Gitte Heij dalam Asia pacific Tax Bulletin, 2001).

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (P.J.A Adriani, Profesor Hukum Pajak Amsterdam University, sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodiharjo, 1978).

Pajak adalah kontribusi wajib dari orang dan badan kepada pemerintah untuk membiayai suatu pengeluaran yang ditujukan dalam rangka kepentingan umum, tanpa referensi untuk mendapatkan manfaat khusus (Edwin R.A. Seligman dalam Essey in Taxation, New York, 1925, sebagaimana dikutip oleh Santoso Brotodiharjo).

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (N.J. Feldmann, dalam bukunya De Overhelds-middelen van Indonesia, 1949, sebagai dikutip oleh Bustamar Ayza dalam Buku Hukum Pajak Indonesia, 2017).

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sector swasta ke sector pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Rochmat Soemitro, Profesor Hukum Pajak Universitas Padjajaran, 1979).

Dari berbagai definisi, terdapat lima elemen yang umumnya ditemukan (Heij, 2001) sebagai dikutip oleh kristiaji dalam Meredefinisi ‘Pajak’ yang Lebih Ramah.

Pertama, pajak haruslah bersifat wajib atau compulsory. Perspektif ini menegaskan bahwa pembayaran pajak sulit diwujudkan jika hanya bersifat kesukarelaan. Atau dengan kata lain, memisahkan antara iuran-iuran yang bersifat altruism seperti halnya kontribusi sosial yang bersifat filantropi, dan sebagainya. Sifat paksaan ini juga lekat dengan teori benefit principle, bahwa pajak adalah suatu hal yang harus dibayar untuk memeroleh manfaat atau barang publik.

Kedua, kontribusi dalam bentuk uang atau sejenisnya. Atau dengan kata lain, pajak bukanlah kontribusi dari masyarakat yang berupa tenaga atau fisik (wajib militer), berbentuk benda lain yang juga memiliki manfaat ekonomis (dalam masyarakat Indonesia, misalkan ada tradisi ‘jumputan beras’), dan sebagainya.

Ketiga, adanya frasa “oleh individu, badan, atau entitas lainnya”. Elemen ini memberikan penjelasan mengenai siapa-siapa yang dikenakan beban pajak.

Keempat, harus diterima oleh pemerintah. Artinya, arus pembayaran yang bersifat wajib tersebut harus masuk sebagai kas pemerintah dan bukan dikelola oleh pihak lain. Elemen ini menggarisbawahi perbedaan antara pungutan resmi dan tidak resmi. Di banyak negara dengan tata kelola pemerintahan yang lemah dan rentan korupsi, sering terdapat informal tax yang mencakup uang suap (red tape), pelicin, yang diterima oleh individu dalam birokrasi tapi tidak dikelola pemerintah (de Rosa, Gooroochurn, dan Gorg, 2013).

Kelima, dipergunakan untuk tujuan kepentingan umum dan tidak memiliki imbalan langsung kepada pihak yang membayar. Ada dua poin penting dalam elemen ini, sebagai berikut: (i) adanya komitmen bahwa pembayaran yang telah dikumpulkan akan ditujukan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik; serta (ii) imbal hasil atau manfaatnya tidak diatribusikan secara langsung kepada pembayar pajak.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.